Tuesday, January 27, 2015

sabtu sinema

Sebulan terakhir ini, rasanya saya berjalan di jalur cepat. Rasanya ngga ada, well, sedikit, waktu buat leyeh-leyeh di jalur lambat, menikmati pemandangan hidup berupa kegiatan-kegiatan menyenangkan semacam leyeh-leyeh berkepanjangan atau sekadar hibernasi.
Ilusi jalur lambat yang termudah dilakukan adalah menikmati waktu luang hedon-hedon sendiri (dalam tulisan ini, maksudnya nonton film). Karena kalo ngajak-ngajak teman kadang-kadang ribet, entah menentukan film yang mau ditonton, atau waktu pelaksanaannya. Sendiri is simple. Kalo lagi pengin ya tinggal capcus, dan kalo mendadak males, ngga mesti ngerasa bersalah karena membatalkan janji tiba-tiba.

Dua sabtu terakhir, apresiasi sinema lagi.. Sabtu pertama nonton Woman in Black 2, Sabtu berikutnya nonton The Imitation Game. Dua-duanya seru secara berbeda :D


Woman in Black 2 ditonton karena saya nonton film yang pertamanya, yang dibintangi sama Daniel Radcliffe. Sebetulnya.. agak segan nonton film horor di bioskop, karena efek seramnya bisa jadi berlipat-lipat, trus kok kayanya agak rugi yah kalo kita bayar buat ditakut-takuti. 
Daaan.. benar saja, setelah agak lama ga nonton film horor, nonton film ini membuat saya merasa lelah secara emosional :D Filmnya ngga seseram film horor Asia sih, tapi ya gitu.. nyebelin, karena bikin capek (in a good way), saya mesti menyiapkan mental buat menghadapi kejutan adegan horornya. 
Alur ceritanya ngga begitu mengejutkan sih, agak-agak predictable, tapi lumayan laah..

Film kedua, The Imitation Game, ditonton karena beberapa alasan, diantaranya.. (1) saya suka film-film bertema Perang Dunia 2 - entah kenapa; (2) filmnya diangkat dari kisah nyata; (3) yang main Benedict Cumberbatch - iya, ngga penting :D; dan last but not least, (4) butuh hiburan -_-
Film ini bercerita tentang seorang matematikawan Inggris bernama Alan Turing, yang bekerja sama dengan teman-teman timnya memecahkan sandi dalam komunikasi radio yang digunakan oleh tentara Jerman. Sandi ini dibuat menggunakan alat yang disebut Enigma. 
Konon, kontribusi Pak Alan memecahkan Enigma telah membantu Sekutu memenangkan dan mempersingkat perang. Gimana caranya? Beliau ini membuat sebuah mesin (yang bisa dibilang asal mula komputer masa kini) yang memungkinkan pesan komunikasi Jerman yang terinkripsi bisa didekripsi. Tapi.. biar Jerman ngga curiga kalo Sekutu sudah berhasil memecahkan Enigma, informasi yang diperoleh dipilah lagi dan dianalisis secara statistik untuk menentukan mana yang bisa diabaikan dan mana yang ditindaklanjuti supaya Sekutu bisa memenangkan perang. 

Hal yang menarik dan mungkin bisa jadi bahan kontroversi adalah kenyataan kalo Pak Turing ini seorang homoseksual. Di Inggris tahun 50-an, homoseksual dianggap sebagai tindakan kriminal. Jadi.. beliau sempat disidang, dan untuk menghindari hukuman penjara, beliau memilih untuk menjalani terapi hormon. Agak seram yah, katanya metode ini semacam pengebirian secara kimia, menekan libido gitu.. trus, setelah setahun menjalani terapi, beliau ditemukan tewas karena menghirup sianida. Disebutkan kalo ini adalah peristiwa bunuh diri, tapi ada juga yang menganggap kalo itu kecelakaan.
Nah, kenapa kontroversi? Karena kesan yang saya tangkap, terutama setelah ada dialog ketika Pak Alan seakan menyesali ketidaknormalannya, teman perempuannya, Joan (yang diperankan Kiera Knightley), mengatakan, justru ketidaknormalannya yang telah memberi dia kejeniusan, menyelamatkan banyak nyawa, dst. dst., secara tidak langsung terasa seperti justifikasi atas homoseksualitas beliau. 
Yah, soal homoseksualitas, saya masih agak terbelah sih, kok rasanya ngga berhak juga gitu ya buat 'menghakimi' preferensi seksual seseorang. Di akhir, justifikasi ini juga diperjelas dengan argumen Pak Turing, bagaimana setiap orang memiliki otak dengan cara berpikir yang berbeda, dan adalah hal yang keliru jika menganggap perbedaan itu sebagai sebuah kesalahan. Ya gitu lah, kurang lebih.. akan jauh lebih mengena kalo nonton dan mendengar dialognya ^_^

Sunday, January 25, 2015

coffee story: icip-icip tempat happening :D

Perjalanan pulang saya tiap hari kerja biasanya melewati perempatan Jalan Braga, Lembong, dan Suniaraja. Tepat di belokan menuju Jalan Lembong, ada semacam tempat ngopi yang tiap kali saya lewat, mesti terlihat penuh, namanya Wiki Koffie. Tau?

Suatu sore.. takdir membawa saya buat mampir. Pas dateng, tempatnya ga terlalu penuh sih, ada beberapa meja yang kosong, tapi karena saya dateng berdua, sementara meja yang kosong kapasitasnya banyak, jadinya kami disuruh nunggu meja kapasitas lebih sedikit.

Kesan pertama: agak merasa out of place karena kebanyakan pengunjung adalah kalangan anak muda (meski terlihat juga sih beberapa kelompok abg senior) ;p
Interiornya agak membingungkan, nyampur-nyampur gitu.. industrialis tapi ngga juga, yaa.. lucu-lucu gitu lah..

Setelah nunggu meja beberapa menit, trus nunggu dibawain menu beberapa menit lagi, trus nunggu beberapa menit lagi buat nanya-nanya isi menunya sama adek-adek yang bertugas melayani pesanan.

Akhirnya.. temen saya pesen potato wedges dan sosis sama green tea latte trus saya pesen chocolava cake sama kopi apa pun yang paling banyak dipesen (geje ya? :D). Setelah nunggu lagi sekitar 10-15 menit, datanglah si potato wedges itu.. trus si green tea latte.. trus kopi pesenan saya.. yang ternyata bernama tiramisu kana coffee gitu ya (kalo ga salah ingat :D)
Kopinya dibawain di atas baki, dalam french press, dilengkapi satu mug kosong dan sendok kecil, sama dua bungkus gula pasir dan sepotong biskuit.

Begini penampakan si tiramisu kana coffee ituu
Setelah sekian lama nunggu si chocolava yang tak kunjung diantar, akhirnya nanya si adek pelayan, trus dia jawab: 'adonannya gagal, belum dikasi tau gitu?' Dan lengkap sudah.. bakal susah kayanya balik lagi ke sini.

Oh iya.. kopinya enak sih sebetulnya.. aromanya aroma tiramisu (sesuai namanya - agak aneh juga sih, kan tiramisu itu kue beraroma kopi yah.. jadi kopinya beraroma kopi [mungkin tambah aroma vanila kali yah], jadinya khas aroma tiramisu) tapi atmosfirnya kurang nyaman kalo buat saya, jadi ngga betah buat berlama-lama.

Oh, harga.. faktor ini barangkali menjadi salah satu alasan kenapa tempat ini selalu penuh. Harga yang dipatok cukup terjangkau, si tiramisu coffee itu secangkirnya 18ribu. Si chocolava itu kalo jadi, harganya 22ribu. Green tea latte 20 atau 22ribu gitu ya. Yah, kisaran harganya segituan deh, cukup rasional kalo kata saya sih.

Sunday, January 4, 2015

at the glance: Bali Overland [kalo bisa diklaim demikian ;p]

Jikalau tujuan dari suatu perjalanan adalah pengalaman baru, maka perjalanan saya yang teranyar dapat dikatakan berhasil. Dengan sekian banyak catatan kaki melebihi catatan induknya :D

Sementara cuma bisa berbagi beberapa kilasan visual yang berhasil terekam.

Pasca-sunrise di Pelabuhan Ketapang [mohon maafkan penggunaan bahasa yang tidak benar ini ;p]
Pemandangan ujung Timur Pulau Jawa: jika melihat peta [mungkin] itu yang paling depan adalah Gunung Raung, di belakangnya Gunung Agrapura, di belakangnya lagi barangkali Gunung Bromo, cmiiw
Last day on 2014: Madness at Krishna! and, sadly, i volunteered to be part of it
Ruang gerak saya selama perjalanan 7 hari [dan mau tak mau saya jadi kepikiran penjara jongkok di Lawang Sewu itu], kini menyisakan gangguan kesehatan akibat peredaran darah kurang lancar, cuaca ekstrim, pola makan tidak benar, sanitasi buruk, dan yang terutama, barangkali karena ketidakpuasan secara mental.