Tuesday, July 8, 2014

Caper Rinjani (bagian pertama)

Bepergian ke daerah WITA seakan-akan melakukan perjalanan ke masa depan. Saat tiba di tujuan, tau-tau kita kehilangan waktu satu jam. Ke manakah satu jam itu terbang? ;p
Berangkat dari Bandung menjelang tengah hari, satu jam empat puluh menit kemudian, kami mendarat di Denpasar, masuk ke bandara, celingak-celinguk melihat tanda atau semacamnya buat memberi petunjuk buat penumpang transit. Seorang petugas akhirnya datang dan mengarahkan kami ke pintu keluar, menunggu bus yang akan mengantarkan ke pesawat menuju Praya.

Cerita aja, kedua temen jalan saya pada punya Garuda Frequent Flyer, gaya ya? ;p Kalo saya sih jarang pergi-pergi pake pesawat, apalagi Garuda. Baru tau juga kebijakan makan, entah di maskapai penerbangan lain sama juga atau ngga. Durasi menentukan jenis makanan yang akan kita dapet, ngga tau persis hitung-hitungannya gimana, kemarin Bandung-Denpasar = makan berat dan minum, Denpasar-Praya = Fruitea, Praya-Juanda = Juanda-Bandung = kotak cemilan roti, kue, dan AMDK 120 mL.

Mengikuti tips jalan-jalan yang pernah saya baca, kan katanya pejalan-jalan yang baik pantang membanding-bandingkan apa pun antara tempat jalan-jalan dan daerah asalnya atau dengan tempat mana pun yang pernah dikunjungi. Nah, sekalinya inget dan niat untuk menerima pengalaman apa pun dengan senang hati, langsung deh diuji. Nyampe di Praya sore-sore menjelang Maghrib, setelah bertemu sopir dan mobil rental yang akan membawa kami ke Sembalun, kami langsung cari tempat sholat. Agak jauh dari bandara, tapi masih di dalam kawasan, terlihat bangunan masjid yang cukup besar, jadi kami ke sana.
Masjidnya besar, mungkin masih belum selesai, agak kumuh karena keberadaan para pedagang. Sedihnya.. orang-orang ini, yang menghabiskan banyak waktu di area masjid, tampaknya - saya duga - memanfaatkan fasilitas masjid tanpa memelihara kenyamanan dan kebersihannya. Ngga usah buat pengunjung lah, setidaknya buat mereka sendiri, yang sehari-hari ada di sana. Waktu mau numpang pipis, saya menemukan toiletnya jorok banget, airnya menggenang di lantai, trus di klosetnya, ada sisa-sisa mukus yang melekat, jadi agak mual-mual ;p Keluar dari toilet, saat hendak wudhu, terkaget dengan pemandangan ibu-ibu yang lagi jongkok di tempat wudhu, lagi bilas habis pipis. Saya baru liat loh, pantesan aja suka ada tulisan peringatan buat ngga pipis di tempat wudhu, ternyata praktiknya beneran ada..
Selesai sholat, langsung deh dianterin ke Sembalun. Kalo di peta, Praya ini lokasinya agak di Selatan barat daya (antara Selatan dan Barat Daya), sementara Sembalun ada di utara timur laut (antara Utara dan Timur Laut), kayanya ngga begitu jauh. Tapi, ternyata rutenya mesti muter ke pesisir Lombok Barat, lewat Senggigi, jauuuh, dan berkelok-kelok, kaya di Cadas Pangeran atau di Toba, sampe-sampe kedua temen saya agak mual dan terpaksa mengeluarkan minyak aromaterapi dan minum jamu orang pintar :D Saya? Agak pusing sih, curiga sedikit masuk angin juga, tapi ngga sampe butuh bantuan eksternal apa-apa.


Rute perjalanan Praya - Sembalun (dari Google Maps)
Sekitar jam sebelas malam, akhirnya kami sampe di rumah calon porter kami, sebut saja Mas U, di desa Sembalun. Di rumahnya, istri Mas U (sebut saja Ny. U) sudah menyiapkan makan malam buat kami, menunya nasi dengan lauk goreng ikan tongkol, goreng tempe, dan sayur nangka pedas. Semakin lengkap dengan minum kopi tubruk panas. Setelah kalap makan, piring-piring dibereskan, dan ngobrol sebentar soal rencana pendakian dan logistik, tanpa menyikat gigi, cuci muka, apalagi ganti baju, kami pun akhirnya tidur. Petualangan hari itu sudah selesai.

Subuh keesokan harinya, bangun tidur, mau sholat subuh, tapi takut keluar rumah buat ke WC pas masih agak gelap, soalnya di pekarangan rumah ada banyak anjing hilir-mudik. Akhirnya sholatnya pas udah agak terang ;p Kamar mandi di rumah Mas U ada di belakang rumah, topless (alias tanpa atap), tinggi dindingnya sekitar satu meter, keliatannya sih masih dalam proses pembuatan. Pagi ini juga jadi kesempatan terakhir ketemu WC yang representatif selama setidaknya empat hari berikutnya. Jadi.. Puas-puasin dulu deh unloading muatan pencernaan :) tapi ngga mandi, soalnya airnya terbatas, mesti ngambil dari sumur, dan ngga nyaman juga mandi di alam terbuka, apalagi ada anjing-anjing berkeliaran.

Menu makan malam dan sarapan 
Habis sarapan, Ny. U belanja logistik buat bekal kami, mencakup beras, daging ayam, sayur-sayuran semacam kol, kentang dan buncis, trus ada pasta, telur, tahu, tempe, dan bumbu-bumbu masak standar. Sementara itu, R berangkat ke pos ???? untuk mengurus perizinan. Tau ngga berapa biayanya? Cukup dua ribu lima ratus rupiah saja, saudara-saudara! Murah banget! Miris juga sih, gimana bisa ada dana yang cukup buat pemeliharaan Taman Nasional ini.. :(

Setelah logistik terkumpul, semuanya dikemas di keranjang yang akan dibawa oleh Mas U dan keponakannya.

Beres-beres logistik
Logistik siap angkut
Sekitar jam setengah sembilan, perjalanan pun dimulai..

Pemandangan mewah dari halaman rumah Mas U


Sunday, July 6, 2014

the beauty of life ;D

Ramadhan kali ini, baru hari ini bisa buka puasa di rumah. Kemarin-kemarin, buka puasanya di tempat kerja, tiap hari buka bareng rekan kerja, tajilnya tiada hari tanpa Cireng Cipaganti. Seru sih, tapi tiap hari pulang kerja selepas Isya agak mengkhawatirkan juga. Rasanya jadi banyak kehilangan waktu, terutama waktu buat tidur :D Pergi pagi di saat jalanan masih sepi dan orang rumah pada tidur lagi setelah sholat Subuh, trus pulang malem di saat jalanan udah sepi lagi dan orang rumah udah bersiap tidur, dengan badan yang rasanya remuk redam, ngantuk berkepanjangan dan energi yang terkuras.. rasa-rasanya lama-lama bisa bikin depresi.
Alhamdulillah sekarang sudah akan selesai, meski dua minggu lagi (dan bulan depan juga) siklus yang sama (semoga agak lebih ringan) akan terulang. Setidaknya masih ada waktu untuk refresh, mengisi energi lagi, meski mungkin ngga optimal.
Satu misi yang pasti setelah Agustus ini urusan perauditan berakhir: WAJIB liburan!! ^_^v

Tuesday, July 1, 2014

beberapa saat menuju hajatan besar!

Selamat bulan Juli!! Tinggal hitungan jam menuju D-day, H-hour, di mana jam kerja ekstra akhir-akhir ini mudah-mudahan akan membawa arti dan tidak tersia-sia.
Audit kali ini entah kenapa rasanya terlalu banyak kehebohan di saat-saat terakhir. Beberapa kali mendapati situasi yang terasa menegangkan, padahal ceritanya masih persiapan loh!
Di masa-masa kritis seperti ini, tidak jarang juga mendapati beberapa pihak yang kurang kooperatif, semoga saya ngga termasuk golongan ini ;p Ada juga tipikal yang cenderung melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain.
Sebagai bagian dari penjaga sistem, yang berfungsi memastikan sistem mutu yang ditetapkan benar-benar diimplementasikan, kadang suka kesel sendiri saat menghadapi tipe seperti ini. Idealnya.. sistem tidak hanya dijaga oleh kami, 'sang polisi', pihak-pihak pelaku/praktisi mestinya juga bekerja menjaga kelangsungan sistem. Kenyataannya: saat terjadi sesuatu di luar normal, para pelaku cenderung berlepas tangan dan menyerahkan semua masalah untuk diselesaikan oleh kami. Bahkan untuk hal yang menurut saya ngga begitu rumit, seakan-akan tanggung jawab memelihara sistem itu adalah tugas kami saja..
Ya gitu lah.. maafkan kalo terkesan mengeluh.. sebel juga sih sering jadi 'tempat sampah' ;p
Doakan semuanya lancar ya!! :)