Sunday, November 27, 2011

Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken

Butuh agak lama buat baca buku ini, padahal tebalnya cuma 282 halaman, kayanya sih gara-gara udah lama ga baca buku, jadi butuh adaptasi, ditambah banyak diselang oleh kegiatan lain.
Buku ini ditulis oleh Jostein Gaarder (iya, yang nulis Dunia Sophie itu..) dan Klaus Hagerup.Ceritanya siy biasa aja, tapi saya suka, saya merasa nyambung dengan isinya, yang, mengutip review di sampul belakang - berupa sebuah surat cinta kepada buku dan dunia penulisan.
Ada beberapa bagian yang kata saya keren, diantaranya kutipan dari Kenikmatan yang Kejam - Buku tentang Rahasia Membaca (Der grausame Genuss -Texte über die Geheimnisse des Lesens) oleh Simen Skjønsberg:


Aku berjalan menyusuri rak-rak perpustakaan. Buku-buku tersebut memunggungiku. Tak seperti manusia yang ingin berjarak denganku, buku-buku ini malah menawarkan diri untuk memperkenalkan diri mereka. Bermeter-meter jajaran buku yang tak akan pernah mampu kubaca. Dan, aku tahu: apa yang ada di sini adalah kehidupan yang merupakan pelengkap kehidupanku, yang menanti untuk dimanfaatkan. Tetapi hari-hari berlalu, dan kesempatan itu tetap tak tergapai - terabaikan. Salah satu buku ini mungkin benar-benar bisa mengubah hidupku. Siapakah aku sekarang? Siapakah sebenarnya aku? 


Bagian lain, di halaman 226:


Seseorang pernah berkata: 'Buku adalah teman terbaik.' Orang  lain pernah mengucapkan kalimat yang mirip dengan itu: 'Siapa yang bisa menemukan buku yang tepat, akan berada di tengah-tengah teman terbaik. Di sana kita akan berbaur dengan karakter yang paling pintar, paling intelek, dan paling luhur; di sana kebanggaan serta keluhuran manusia bersemayam.' 


to be continued.. *klo inget :p

Monday, November 14, 2011

Hard Book

akhir-akhir ini, saya lebih sering baca e-book daripada baca hard-book. ada beberapa alasan kenapa saya beralih ke e-book. diantaranya, buku yang saya pengin baca belum ada terjemahannya, atau bukunya udah lama, jadi males kalo mesti hunting-hunting, dan utamanya sih karena lebih ekonomis, ditambah klo baca e-book, ga terlalu mencolok kalo lagi baca di kantor, hehe ;p

eh, tapi ternyata baca buku konvensional ngangenin juga yah.. klo buat saya siy terutama ritual-ritual sebelum bacanya (untuk buku hak milik, bukan pinjaman), kebiasaan saya, buku yang baru dibeli ngga akan dibaca dulu sebelum selesai disampulin, nyampulinnya juga lebih asik klo dikerjain sendiri, makanya saya kurang suka beli buku ke toko buku diskon yang di jalan supratman itu, meskipun harganya lebih murah, tapi saya jadi ngga dapet keasikan dari kegiatan nyampulin buku.. aneh ya?!

udah gitu, waktu dulu sekali-kalinya belanja ke toko buku diskon yang dilengkapi layanan sampul buku gratis itu, selain kecewa karena ngga bisa nyampulin buku sendiri, saya juga sebel soalnya ternyata hasil sampulannya ngga terlalu rapi (*perasaan) ;p

makanya, beli bukunya di toko buku biasa, atau toko buku diskon yang on-line, biar bisa nyampulin sendiri :)
biarpun sedikit lebih mahal, tapi lebih puas..

Sunday, November 13, 2011

The Paladin: Kisah Seorang Anak Kecil Yang Menjadi Agen Rahasia Perang Dunia II

Jangan menilai buku dari sampulnya (literally), begitulah, tapi sekarang-sekarang kan di toko buku biasanya bukunya dibungkus plastik, kadang-kadang ada juga sih semacam 'sampel' yang plastiknya sudah dibuka, jadi kita bisa ngintip dulu isinya, sebelum memutuskan akan membeli, tapi biasanya itu buat buku yang laris atau yang baru.

nah, bulan lalu, tanpa ngintip isinya, saya beli The Paladin (Brian Garfield, Ufuk Press), covernya gambar anak kecil, mungkin usia 8-9 tahun (liat di sini, siapa tau penasaran), dengan tagline 'Kisah Seorang Anak Kecil Yang Menjadi Agen Rahasia Perang Dunia II' ditambah catatan KISAH NYATA, tentu saja saya pun tergoda. Entah kenapa, saya menggemari buku atau film tentang PD II, kayanya siy sejak saya kepincut sama Major Winters di Band of Brothers :D

Overall, ceritanya siy seru, alurnya menegangkan, kebayang dong gimana berisikonya pekerjaan seorang mata-mata, apalagi mata-matanya anak kecil, ada bagian yang nyeritain penyiksaannya juga. Tapi ada beberapa hal yang mengganggu, sehingga kecepatan membaca saya juga rasanya jadi berkurang. Pertama, terjemahannya terlalu berasa, ngga tau dalam bahasa aslinya bagaimana, tapi kalimat-kalimatnya terasa kurang beremosi, akibatnya saya beberapa kali terpaksa membaca ulang beberapa paragraf gara-gara kalimatnya berasa seperti laporan atau cukilan textbook. Trus, yang kedua, anak kecil protagonisnya ternyata ngga anak-anak banget, usianya di misi pertama adalah 15 tahun, ngga sinkron sama usia anak yang ditampilkan di sampul. Yah, usia 15 tahun memang kategori anak, tapi kan usia segitu udah ngga begitu kecil, apalagi buat bule. Jadi, mestinya taglinenya: 'Kisah Seorang Anak Yang Menjadi Agen Rahasia Perang Dunia II'.

Begitulah.. 


The Little Prince


Berikut ini adalah salah satu bagian dari The Little Prince, yang diterjemahkan oleh Listiana Srisanti, penerjemah yang juga nerjemahin seri Harry Potter buat Gramedia. Buku ini salah satu favorit saya, terutama bagian yang di bawah ini nih, keren deh pokoknya.. Please continue reading, i do hope you enjoyed it as i am :D

From The Little Prince by Antoine de Saint-Exupery



XXI



Saat itulah muncul si rubah.
"Selamat siang", sapa si rubah.
"Selamat siang," jawab pangeran kecil sopan, mendongak tetapi tidak melihat apa-apa.
"Aku di sini," kata suara itu, "di bawah pohon apel."
"Siapa kau?" tanya pangeran kecil. "Kau cantik sekali."
"Aku rubah," jawab si rubah.
"Kemarilah dan bermain denganku," pangeran kecil mengusulkan. "Aku sedang sedih sekali..."
"Aku tak bisa bermain denganmu," kata si rubah. "Belum ada yang menjinakkan aku."
"Oh! Maaf," ujar pangeran kecil.
Kemudian, setelah berpikir sejenak, dia menambahkan:
"Apa artinya 'menjinakkan'?"
"Kau tidak berasal dari daerah sini," kata si rubah. "Apa yang kaucari?"
"Aku mencari manusia. Apa artinya 'menjinakkan'?"
"Manusia," kata si rubah, "mereka punya senapan, dan mereka berburu. Sangat mengganggu! Mereka juga memelihara ayam. Hanya itu yang menarik dari mereka. Apa kau mencari ayam?"
"Tidak," kata pengeran kecil. "Aku mencari teman. Apa artinya 'menjinakkan'?"
"Sesuatu yang sering kali diabaikan," kata si rubah. "Artinya 'menciptakan ikatan'."
"Menciptakan ikatan?"
"Tepat," kata si rubah.

"Bagiku, kau sekarang hanyalah seorang anak laki-laki kecil, sama seperti seratus ribu anak laki-lakinya. Dan aku tidak membutuhkanmu. Dan kau juga tak membutuhkan aku. Aku hanyalah seekor rubah seperti seratus ribu rubah lainnya. Tetapi jika kau menjinakkanku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku, kau akan unik di dunia ini. Bagimu, aku akan unik di dunia ini."



"Aku mulai mengerti," kata pangeran kecil.

"Aku kenal setangkai bunga... kurasa dia telah menjinakkanku..."



"Mungkin sekali," kata si rubah. "Di Bumi ini kita menyaksikan segala macam hal."

"Oh! Tetapi itu tidak terjadi di Bumi," kata pangeran kecil.

Si rubah tampak sangat berminat.
"Di planet lain, kalau begitu?"
"Ya."
"Apa ada pemburu di planet lain ini?"
"Tidak."
"Menarik sekali. Dan ayam?"
"Tak ada juga."
"Memang tak ada yang sempurna di dunia ini,"

kata si rubah menghela napas.

Tetapi si rubah kembali pada pemikirannya.

"Hidupku sangat datar. Aku memburu ayam-ayam, manusia memburuku. Semua ayam itu sama, semua manusia itu sama. Akibatnya aku agak bosan.
Tetapi jika kau menjinakkan aku, hari-hariku akan jadi seperti dipenuhi sinar matahari. Aku akan mengenali bunyi langkah kaki yang berbeda daripada bunyi langkah kaki lainnya. Langkah-langkah kaki lain akan membuatku melarikan diri ke dalam lubangku di tanah. Langkah kakimu akan memanggilku ke luar, seperti musik. Lagi pula, lihat di sana itu. Kau lihat ladang jagung itu? Nah, aku tak makan roti. Jagung tak ada gunanya bagiku. Ladang jagung tak mengingatkanku pada apa pun. Itu menyedihkan. Sebaliknya, rambutmu berwarna emas. Jadi bayangkan, betapa menyenangkannya jika kau telah menjinakkanku. Jagung, yang keemasan, akan mengingatkanku kepadamu. Dan aku akan menyukai desau angin di ladang jagung..."



Si rubah terdiam dan menatap pangeran kecil lama sekali.

"Ayolah," katanya, "jinakkan aku!"

"Aku ingin menjinakkanmu," jawab pangeran kecil, "tetapi aku tidak punya banyak waktu. Aku harus mencari teman dan belajar memahami banyak hal."
"Kita hanya bisa memahami apa yang telah kita jinakkan. Manusia tak lagi punya waktu untuk memahami segala hal. Mereka membeli segala barang yang sudah jadi di toko. Tetapi tak ada toko yang menjual teman, maka manusia tak lagi punya teman. Jika kau menginginkan teman, jinakkanlah aku!"



"Apa yang harus kulakukan?" kata pangeran kecil.

"Kau harus sabar sekali," jawab si rubah. "Mula-mula, kau duduk diam dalam jarak yang tak begitu jauh dariku, seperti itu, di rumput.
Aku akan memandangmu dari sudut mataku dan kau tak akan mengatakan apa-apa; kata-kata adalah sumber kesalahpahaman.

Tetapi setiap hari kau boleh duduk lebih dekat kepadaku."



Hari berikutnya pangeran kecil datang lagi.

"Sebaiknya setiap hari kau datang pada waktu yang sama," kata si rubah. "Misalnya saja, jika kau datang pada pukul empat sore, sejak pukul tiga aku sudah mulai senang.
Makin dekat waktu pertemuan kita, makin senang aku. Pukul empat aku akan mulai resah dan cemas; aku akan menyadari nilai kebahagiaan! Tetapi jika kau muncul sembarang waktu, aku tak akan pernah tahu kapan harus mulai menyiapkan hatiku untukmu... Kita semua memerlukan ritual."



"Apa artinya ritual?" tanya pangeran kecil.

"Itu juga sesuatu yang sering diabaikan," kata si rubah.
"Rituallah yang membuat satu hari berbeda dari hari-hari lainnya, satu jam berbeda dari jam-jam lainnya. Ada ritual, misalnya, di antara para pemburuku. Pada hari Kamis mereka berdansa dengan gadis-gadis desa. Maka hari Kamis adalah hari yang luar biasa menyenangkan bagiku! Aku bisa berjalan-jalan sampai ke kebun anggur. Jika para pemburu itu berdansa pada hari apa saja, semua hari akan sama, dan aku tak akan pernah punya hari libur."





Maka pangeran kecil menjinakkan si rubah. Dan ketika saat kepergiannya sudah semakin mendekat:

"Ah!" kata si rubah. "Aku mau menangis."
"Salahmu sendiri," kata pangeran kecil. "Aku tak pernah bermaksud menyusahkanmu, tetapi kau ingin aku menjinakkanmu..."
"Ya, memang," kata si rubah.
"Tetapi sekarang kau mau menangis!" kata pangeran kecil. 
"Ya, memang," kata si rubah.
"Jadi kau tak mendapatkan keuntungan apa pun dari hubungan kita ini!"
"Oh, aku mendapatkan keuntungan," kata si rubah, "sehubungan dengan warna jagung."
Kemudian dia menambahkan,
"Pergilah lihat mawar-mawar itu lagi.
Kau akan mengerti bahwa, bagaimanapun juga, mawarmu unik di dunia ini. Kemudian kembalilah dan ucapkan selamat tinggal kepadaku.

Sebagai hadiah, aku akan memberitahumu suatu rahasia."



Pangeran kecil pergi melihat mawar-mawar itu lagi.

"Kalian sama sekali tidak seperti mawarku," katanya kepada mereka. "Kalian tak berarti apa-apa. Tak seorang pun menjinakkan kalian, dan kalian juga tidak menjinakkan siapa pun. Kalian seperti rubahku sebelum ini. Waktu itu dia hanya sekadar rubah, seperti seratus ribu rubah lainnya. Tetapi aku membuatnya menjadi temanku, dan sekarang dia unik di dunia ini."
Dan mawar-mawar itu merasa sangat tak nyaman.
"Kalian cantik sekali, tetapi kalian hampa," dia melanjutkan.
"Tak ada orang yang bersedia mati untuk kalian. Tentu saja, orang yang sekadar lewat akan mengira mawarku sama persis seperti kalian. Tetapi mawarku, walaupun cuma setangkai, jauh lebih berarti daripada kalian semua, karena dialah yang kusirami. Karena dialah yang kututupi dengan kubah kaca. Karena dialah yang kulindungi dengan tabir. KArena dialah yang ulat-ulatnya kubunuh (kecuali dua atau tiga yang kami biarkan hidup agar menjadi kupu-kupu). Karena dialah yang kudengarkan, waktu dia mengeluh, atau menyombongkan diri, atau ketika dia cuma membisu. Karena dia mawarku."



Dan pangeran kecil kembali kepada si rubah.

"Selamat tinggal," katanya.
"Selamat tinggal," kata si rubah. "Inilah rahasiaku, sangat sederhana: Kau hanya bisa melihat jelas dengan hatimu. Hal yang penting tak terlihat oleh mata."

"Hal yang terpenting tak terlihat oleh mata," ulang pangeran kecil, agar ingat.
"Waktu yang telah kauhabiskan untuk mawarmulah yang membuat mawarmu begitu penting."



"Waktu yang telah kuhabiskan untuk mawarku..." ulang pangeran kecil, agar ingat.

"Manusia sudah melupakan kebenaran ini," kata si rubah. "Tetapi kau tak boleh lupa. Kau harus bertanggung jawab, selamanya, atas apa yang telah kau jinakkan. Kau bertanggung jawab atas mawarmu."


"Aku bertanggung jawab atas mawarku..." ulang pangeran kecil, agar ingat.

perdana

dua tahun yang lalu... di kala sedang didera rasa bosan yang amat sangat bukan kepalang dengan rutinitas hidup - utamanya pekerjaan - iseng ikutan kelas menulis, dalam rangka ikhtiar mewujudkan keinginan menjadi penulis, di tobucil...

sebenernya ngga tau juga kenapa pengin jadi penulis, well, mungkin karena pekerjaannya tampak menyenangkan, menulis, tanpa jam kerja mengikat, dibayar mahal - klo ternyata bukunya laris manis, dan mungkin kalo bukunya jadi salah satu buku bermutu terlaris sepanjang masa, bahkan ngga perlu nulis lagi demi sekedar cari uang, soalnya mungkin royalti dari penjualan buku bakal mencukupi kebutuhan hidup hari-hari, dan ujungnya, karena sudah merdeka secara finansial, maka menulis pun akan menjadi kegiatan demi memenuhi idealisme saja.. my dream, then :)

tapi ternyata, seperti profesi lainnya, tentu saja untuk jadi penulis macam itu tidak sesederhana membalikkan telapak tangan (btw, oot sebentar, kenapa siy istilah sederhana ini diasosiasikan dengan membalikkan telapak tangan? padahal kan keliatannya aja sederhana, membalikkan telapak tangan maksudnya, coba kalo kita liat dari prinsip mekanika dsb., ada berapa macam otot coba yang terlibat dalam kegiatan ini, belum lagi impuls-impuls saraf yang mondar-mandir dari otak ke otot-otot tersebut. bahkan kegiatan di satu sel otot aja ribetnya bukan main kan? ada pompa ion-ion yang keluar-masuk dsb., ribet deh pokoknya). 

sebelum ikut kelas nulis, demi mengasah kemampuan menulis sekaligus mengisi banyak waktu luang dan mengasah kemampuan bahasa inggris serta menyalurkan obsesi soal harry potter, sempet juga iseng ikut HOL, sekolah sihir virtual (fiktif tentu saja) dengan kelas-kelas keren yang isinya silabus mata pelajaran beneran, macam filsafat, bahasa latin, geografi, dsb., dan ada juga yang fantasi - fiksi sefiksi-fiksinya fiksi.

selain itu, sempet juga belajar nulis dengan buat blog, yang akhirnya saya hapus, gara-gara disadarkan dengan bacaan apa gitu, yang intinya siy ngomongin betapa orang-orang sudah dengan seenaknya dan ngga sadar klo mereka, kita sudah menyampah di dunia virtual. yah, meskipun virtual, kan tetep aja sampah, pikir saya waktu itu..

sekarang? yah, gitu deh, saya yang sekarang ngga terlalu peduli dengan sampah virtual yang sedang dan akan saya buat.. toh belum tentu juga ada yang baca kan?!

nah, maka, dengan demikian, oleh karena itu, saya buat lagi deh blog baru, siapa tau saya bisa konsisten dan punya determinasi buat rutin menulis. 

bismillah... ^_^