Monday, December 8, 2014

dystopian worlds

dystopia 

• n : state in which the condition of life is extremely bad as from deprivation or oppression or terror [ant: {utopia}]

Berkunjung ke dunia-dunia distopian agaknya menjadikan dunia nyata terasa indah, yah, lebih indah :) Segala kegilaan dan keabsurdan rasanya jadi lebih tertahankan. Lebay banget yah :D

1984-nya George Orwell yang dibuat tahun 1949, menggambarkan dunia pada tahun 1984, lihat lebih lengkap di sini. Buku ini membuat saya bergidik, mengerikan sekali dunia tempat Winston hidup. Setiap gerak-gerik diawasi dan diatur sedemikian rupa. Tidak hanya perilaku, bahkan ideologi, alam pikiran, tempat paling pribadi pun tidak luput dari pengawasan polisi pikiran. Sereeem.. 
Novel ini adalah satu diantara segelintir buku 'agak serius' yang saya baca, diterjemahkan oleh Landung Simatupang. Familiar yah namanya? Artis! Terjemahannya bagus deh, berasa sangat nyastra.

Berbeda dengan 1984 yang sangat penuh muatan politis, trilogi Hunger Games-nya Suzanne Collins terasa lebih mudah dicerna, barangkali karena target pembacanya remaja. Dunianya Katniss Aberdeen tidak bersetting waktu tertentu, hampir mirip sih dengan trilogi Divergent-nya Veronica Roth.
Tema dan tokoh utama yang sama-sama remaja muda mau ngga mau membuat saya agak membandingkan kedua seri ini. 
Inti ceritanya pun ngga jauh beda sih, dari sisi politik, salah satunya adalah pemaparan tentang sistem pemerintahan. Suatu sistem agaknya tidak akan pernah benar-benar sempurna, akan ada suatu pihak yang merasakan ketidakadilan dan diskriminasi yang di satu titik akan memaksa adanya perubahan, revolusi, pemberontakan, apa pun sebutannya. Pemerintahan digulingkan, terjadi kekosongan kekuasaan, kemunculan pemerintahan baru yang diharapkan lebih baik dan lebih adil, kemudian disadari, tirani dan ketidakadilan itu ternyata hanya berganti rupa, ibarat parasetamol yang berganti merek dari sanmol ke obat generik atau merek lain. Isinya tetap parasetamol (maaf perumpamaannya ga mutu yah :D).
Tapi, ada yang beda juga sih, misalnya, serial Divergent agak lebih jelas rasa 'remaja'nya, dan porsi cinta-cintaannya agak lebih banyak. Trus, konflik pribadi Katniss rasanya lebih berbobot ketimbang konfliknya Tris.
Secara kesan, secara pribadi, saya lebih suka Hunger Games. Divergent agak-agak antiklimaks, karena konfliknya terasa muter-muter, dan agak bikin sebel sih, tapi keren, karena berlapis-lapis kaya bawang. Satu hal terungkap, ternyata ada lagi fakta tersembunyi berikutnya, terus ada lagi, dan di akhir, penyelesaiannya kurang memuaskan buat saya. Terlalu sederhana. Sudah.. klimaksnya kurang heboh.

The Giver-nya Lois Lowry, meskipun pendek, jauh terasa lebih berkesan. Dunia sang tokoh yang bernama Jonas ini adalah dunia yang sempurna, kebayang ngga sih, terlalu sempurna hingga terasa mengerikan. Jonas ini anak laki-laki yang menjadi Dua Belas, suatu saat dimana dia terpilih mengemban peran spesifik di Komunitasnya. 
Secara pribadi, novel ini memberikan pandangan lain tentang dunia dewasa, kejujuran, kebenaran, bagaimana kadang-kadang manusia melakukan pilihan-pilihan mengerikan dan egois, kemudian melakukan rasionalisasi atas pilihan-pilihan tersebut. Hal lain yang saya suka dari novel ini adalah kebaikan penulisnya untuk membebaskan pembaca menafsirkan, menyimpulkan akhir cerita Jonas. Really love this book!! [trus, ngomong-ngomong filmnya tayang kapan yah? ;D]

No comments:

Post a Comment