Wednesday, May 30, 2012

kangen (repost ;p)

Akhir minggu kemarin sedikit mengingatkan saya sama masa-masa kuliah dulu. Jadi kangen!! Tulisan di bawah ini juga ngga jauh beda nuansanya.. 


I just finished watching the first third episodes of Japanese drama, Proposal Daisakusen. The story is about a man who attended his girlfriend’s wedding, they have been friends since elementary school and always in the same class and sitting next to each other. Anyway, he actually had some feelings for her, so he felt regretful for the past and he wished that he could return to the past, so that he can tell her how he feels for her.

Speaking of this, sometimes I feel that things that had happened to me just gone away and forgotten, and this movie kind of reminds me the old memories, all out of sudden, everything just passes my mind, everything that I used to take it for granted, and how ignorance I have been.

Maybe it’s just another melancholic episode of my life, but I recall things, little things such as the excitement of attending classes in high school and college, the time of struggling not to fall asleep during lectures, passing lists, announcements, listing forms; doing reports until late; studying for tests but end up with just eating snacks and junk foods (with lots of MSG ;p) and watching another Japanese or Korean drama.

For me, it is the little things that counts, big things are actually made from lots of little things, the insignificant chat, the laughter, the bitterness, stupid comments, oh, how I miss them so much….


-October 26, 2008-

saya bukan panitia!!


Di tempat kerja saya banyak banget acara-acara ekstrakurikuler, hampir mirip sama sekolahan. Udah gitu, sering juga ada acara-acara seremonial, misalnya ulang tahun perusahaan, ulang tahun serikat pekerja, dsb. Gara-gara saya termasuk kategori karyawan baru, saya jadi sering dilibatkan dalam kepanitiaan. Berdasarkan pengamatan saya dalam kepanitiaan ini (yang belum tentu bisa dipercaya ;p), kalo diklasifikasikan berdasarkan kecenderungan dalam kepanitiaan, kayanya manusia itu bisa dibagi ke dalam tiga kelompok; tipe panitia, tipe peserta, dan tipe penonton. 

Tipe panitia dihuni oleh orang-orang dominan yang senang mengatur dan mengurus, tidak hanya diri sendiri, tapi juga orang lain. Orang-orang tipe ini cenderung heboh dan rame, pokoknya hampir ngga mungkin deh keberadaan mereka tidak terdeteksi. Mereka senang mengatur dan mengendalikan, jadi terbiasa memimpin, makanya pasti bakal menderita kalo mereka terlibat pada suatu acara ‘hanya’ sebagai peserta, dan bukannya panitia. Seringnya, saat mereka ‘terpaksa’ berada di posisi peserta atau penonton, mereka akan banyak berkomentar.

Nah, kalo tipe penonton, kebalikan dengan tipe panitia, tipe ini lebih senang menempatkan diri di tepi keramaian dan mengamati. Orang-orang ini cenderung tak kasat mata, sering asik sendiri, dan ngga akan terlihat mencolok, sehingga mungkin keberadaannya ngga akan begitu disadari oleh orang lain. Karena lebih senang sendiri, saat ditempatkan pada posisi panitia, maka itu akan menjadi sebuah siksaan terbesar untuk tipe ini. (saya banget deh!! :D)

Bagaimana dengan tipe peserta? Tipe peserta ini berada di tengah-tengah antara dua ekstrim tipe panitia dan penonton. Kayanya sih tipe ini adalah tipe yang paling umum ditemui, mereka lebih fleksibel, bisa bergerak leluasa di antara peran panitia dan penonton. Mereka ini terlibat, tapi ngga mendominasi. Ya gitu deh, kira-kira. 

Sunday, May 27, 2012

La dolce vita – Caper Papandayan

Kalo ngga salah, la dolce vita artinya hidup yang manis atau manisnya hidup. Kalo buat saya, hidup pas-pasan bisa jadi salah satu hal yang manis dalam hidup. Pas-pasan dalam artian kaya iklan itu loh, pas lagi butuh uang pas dapet arisan, pas libur panjang pas ada agenda jalan, pas laper pas waktunya makan dan ditraktir, dan peristiwa-peristiwa pas-pasan lainnya :D Libur panjang kemarin, pas banget temen saya ngajak bertualang lagi, di saat saya sudah mulai merindu udara bersih dan kesenyapan di ketinggian, ditambah butuh pelarian dari kepadatan dan kemacetan Bandung. 

Jumat pagi (ngga pagi-pagi banget sih, sekitar jam setengah sembilan), saya dan kelima rekan petualang meluncur dari Mesjid Salman ke Cicaheum untuk menuju Garut, tepatnya Cisurupan. Dari Cicaheum kami menggunakan elf Bandung – Garut yang ke Cikajang, bayarnya 17ribu sampe Cisurupan. Kalo mau pake bis bisa juga sih, nanti dari terminal Guntur ya nyambung lagi pake angkot yang ke Cisurupan. Durasi perjalanan Cicaheum – Garut menurut saya lebih lama dari pada Leuwipanjang – Garut, jadi kalo pengin cepet sebenernya mendingan pergi dari Leuwipanjang. 

Lewat tengah hari, sekitar jam satu atau setengah satu, setelah satu kali transfer elf di daerah kota, kami sampai di Cisurupan, langsung cari tempat makan dan sholat. Beres makan, kami meneruskan perjalanan menuju Papandayan, kali ini kami menggunakan mobil pick-up, ongkosnya 12.500 rupiah per orang, tarif yang wajar, soalnya rutenya lumayan jauh sih (kata temen saya, jauhnya kaya dari Cikole ke Tangkuban Parahu), menanjak dan berkelok-kelok, agak mengingatkan dengan perjalanan Tumpang – Ranupani sebetulnya, tapi minus jurang di kanan-kiri. Pemandangan selama perjalanan juga keren, kalo kita melihat ke belakang, Gunung Cikuray yang mistis itu tampak mengesankan, megah, seram sekaligus mengundang :D Bentuknya cantik banget, puncaknya terlihat kerucut, simetris seperti gambar gunung yang dulu biasa dibuat waktu SD. 

Gunung Cikuray terlihat dari jalan menuju Papandayan

Sekitar jam dua atau setengah tiga, kami tiba di parkiran, lapor ke petugas dan relawan di sana (ngga pake bayar sepeser pun), trus langsung trekking menuju Pondok Saladah. Rute trekkingnya mirip rute di Tangkuban Parahu, ya iyalah, kan sama-sama kawah, tapi di sini kawahnya lebih besar (kata artikel yang saya baca, Papandayan ini adalah salah satu kawah terluas di Asia Tenggara loh!), asapnya heboh, apalagi aroma belerangnya, bikin mata perih dan berair. Tambahan, kalo mau ke sini, perhiasan perak sebaiknya disimpan, soalnya nanti bisa menghitam teroksidasi kalo kena asapnya. Melintasi kawah yang luas mengingatkan kami pada perjalanan Frodo ke Mordor. Di sini, berhubung treknya relatif berbatu, mendingan pake sepatu, bisa aja sih pake sandal gunung, tapi menurut saya, risiko cederanya bakal lebih besar, lumayan sakit loh kesandung batu, yah paling ringan, lecet-lecet.

Pemandangan kawah yang kami lewati (jadi berasa Hobbits ;p)

Lepas dari kawah yang tandus, perjalanan kemudian melewati jalan berbatu dengan lembah hijau di sisi kanannya. Jalan ini memutar sisi gunung, kemudian terputus longsor di satu titik (sejak 2010), sehingga kita terpaksa harus mengambil jalur menuruni lembah, melintasi sebuah sungai kecil, kemudian menanjak lagi memasuki hutan cantigi, melandai, menanjak, menurun sedikit, menanjak sedikit, hingga sampai ke suatu bukaan dengan padang rumput dan beberapa semak Edelweis, dengan pemandangan punggung gunung di sekelilingnya – Pondok Saladah. Saya ngga tau kenapa namanya Pondok Saladah, mungkin dulu di sini banyak Saladah (Bahasa Indonesia: selada) yang tumbuh. Senangnya sampe di sini, meskipun treknya ngga terlalu berat, tapi lumayan cape juga, terutama bahu yang udah lumayan ngga terlatih membawa beban – meskipun sebenernya ngga berat-berat amat sih, kan cuma bawa perbekalan pribadi. 

Pondok Saladah ini merupakan area perkemahan yang cukup ramai, apalagi di musim liburan. Saat kami tiba, sudah ada banyak tenda didirikan, teman-teman saya yang cowok berkeliling sebentar untuk memilih area buat mendirikan tenda kami. Area yang kami pilih berada di dekat pepohonan, maksudnya biar tenda kami cukup terlindung dari terpaan angin, ditambah kami butuh dahan pohon untuk mendirikan bivak buat para cowok tidur. 

Setelah bivak dan tenda rapi, kami makan sore, kabut mulai turun, dan malam pun datang berselimut gelap. Selepas sholat, meskipun ngga begitu ngantuk, saya bergegas tidur – soalnya udara sudah mulai dingin (padahal baru jam 7 malam). Meskipun di dalam kantong tidur, kerasnya tanah alas tidur kami lumayan berasa, alhasil, setiap beberapa waktu, saya terbangun dan mengubah posisi tidur. 

Pagi pun datang, selesai sholat, makan pagi, dan akhirnya merasa ngga begitu kedinginan, sekitar jam delapan kami bersiap menuju Tegal Alun. Barang-barang kami tinggal di tenda, kami hanya membekal beberapa botol minum dan camilan. Seperti rute ke Pondok Saladah, ada banyak trek yang bisa diambil untuk menuju Tegal Alun. Jalur kali ini lumayan menanjak, kemiringannya mungkin sampe 60 derajat, tapi secara umum ngga begitu sulit sih, soalnya di jalur ini terdapat batu-batu besar yang dapat membantu kita mendaki, sepertinya jalur ini juga jalur air, di beberapa tempat batunya berlumut, jadi mesti hati-hati juga. Untuk trek seperti ini, rasanya ngga begitu susah buat naik, yang jadi masalah (buat saya), biasanya justru waktu turun. Kombinasi kekhawatiran jatuh dan lelah biasanya membuat saya jadi lebih lambat dan ragu-ragu mengambil langkah, makanya metode turun yang paling aman buat saya biasanya ngesot – posisikan titik berat tubuh sedekat mungkin dengan permukaan tanah, biar ngga jatuh dan kalau pun harus jatuh, rasanya ngga akan terlalu sakit :D 

Pemandangan dari lereng menuju Tegal Alun: trek menuju Pondok Saladah
Rumpun Edelweis (Anaphalis javanica) di Tegal Alun
(masih) Edelweis, bunganya kebanyakan masih kuncup
Awalnya kami hendak menuju puncak tertinggi di Papandayan ini, tapi di sini ada banyak puncak, dan ngga begitu jelas juga mana yang paling tinggi. Cerita orang yang pernah ke sini juga rasanya ngga ada yang menyinggung soal puncak sih, yang ada pasti cerita soal padang Edelweis - Tegal Alun. Sekitar jam sembilan kami tiba di Tegal Alun, bunga Edelweisnya ada banyak, tapi rata-rata masih kuncup. Kombinasi kabut dan warna daun Edelweis yang berkilauan membuat suasananya keren banget, saya ngga tau kata-kata yang tepat buat menggambarkannya, breathtaking mungkin?! Oh ya, kata bapak yang nganter kami pulang, Edelweis ini musim berbunganya sekitar Mei-Juni sampe Agustus, jadi kalo mau liat Edelweis pas lagi mekar, datengnya sekitar bulan itu.

Di sini, kami beristirahat dan membuka bekal kami. Cokelat panas yang kami bawa rasanya mantap sangat deh diminum di sini, di tengah kabut yang kian menipis, di antara kumpulan Edelweis. Setelah ngobrol soal ini-itu, foto-foto, berkeliling, kami memutuskan untuk segera kembali ke Pondok Saladah, supaya perjalanan pulang bisa segera dimulai dan kami secepatnya tiba di Bandung demi Final Liga Champion. 

Pemandangan saat pulang menuju Pondok Saladah
The Fellowship of Edelweis :D
Perjalanan pulang

Di perjalanan turun, kami sempat bertemu dengan rombongan lain yang menuju Tegal Alun, sepertinya mereka akan menginap di sana. Seperti biasa, perjalanan pulang terasa lebih cepat dari perjalanan pergi. Tiba di tenda, kami langsung beres-beres dan segera melewati kawah Mordor lagi menuju parkiran. Di tempat parkir, kami bersih-bersih dan sholat, lapor ke petugas, kemudian menumpang pick-up menuju Cisurupan, kali ini tarifnya sepuluhribu rupiah. Dari Cisurupan kami menumpang angkot hingga ke terminal Guntur, ongkosnya limaribu rupiah. Dari terminal, kami menumpang bis Mios menuju Cicaheum dengan membayar sepuluhribu rupiah. Perjalanan dari Garut ke Rancaekek relatif cepat, yang lama itu justru dari Rancaekek ke Cicaheum, jalanannya rame. Tapi cukup menyenangkan juga sih, soalnya dikompensasi  dengan pemandangan istimewa: Gunung Manglayang. Menjelang Maghrib kami tiba di Cicaheum, saling mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal, kemudian meneruskan perjalanan menuju rumah masing-masing – buat saya, pake Damri menuju Leuwipanjang. Saya naik bis yang ber-AC, bayarnya tigaribu. Berhubung sudah lama ngga naik Damri, kali ini entah kenapa perjalanannya berasa lebih menyenangkan :D Nah, gitu deh, overall, trip kali ini hemat banget dan sejalan dengan prinsip ekonomi ^_^

ps. Edelweis itu tumbuhan langka, bahkan katanya di Bromo sekarang sudah punah, makanya jangan dipetik yaa, cukup dinikmati secara visual saja, ambil foto sepuas-puasnya. Temen saya bilang, Edelweis itu berarti karena perjalanan panjang yang harus kita tempuh untuk menjumpainya, dan saat kita bawa turun, maka bunga itu jadi ngga ada artinya lagi, gitu deh kira-kira. Papandayan ini adalah salah satu tempat yang direkomendasikan selain Alun-alun Surya Kencana dan Mandalawangi (di TN. Gede-Pangrango) dan Rinjani untuk menikmati padang Edelweis.

Monday, May 21, 2012

because it's there

Gitu deh jawabannya George Mallory waktu ditanya salah satu wartawan, 'Why climb Everest?'. Habis liat film dokumenter soal beliau dan ekspedisinya ke Everest. Judul filmnya The Wildest Dream, naratornya keren-keren, ada Liam Neeson, Ralph Fiennes, dan Alan Rickman. Biar pun cuma suaranya aja, tetep aja mereka keren, suaranya aja berkarakter :D *ngomong apa ini?! ;p

Mallory mendaki Everest bersama Sandy Irvine pada tahun 1924, ini adalah kali ketiga usahanya menuju puncak Everest. Kebayang ngga sih gimana beratnya ekspedisi beliau ini? Dengan keterbatasan teknologi di masa itu? Katanya, pada masa itu seluruh dunia lagi heboh-hebohnya melakukan banyak penjelajahan, diantaranya ekspedisi ke kutub utara dan kutub selatan. Kesuksesan ekspedisi kedua kutub itulah katanya yang menginspirasi Mallory untuk menaklukkan kutub ketiga di dunia, Everest. Mallory adalah orang pertama yang menjelajah Everest, merintis jalur pendakian sendiri, dan menjadi perintis metode pendakian gunung tinggi yang sampai saat ini masih diterapkan oleh para pendaki-yaitu menerapkan pendekatan nyaris seperti penyerbuan militer (kata film ini), dimana dia mendirikan beberapa camp sepanjang jalur pendakian, kemudian bolak-balik antarcamp ini (untuk menyiapkan logistik, merintis jalur, sekaligus aklimatisasi). Keren ya?! Dia menjadi yang pertama sebelum 29 tahun kemudian ada ekspedisi Sir Edmund Hillary yang dianggap sebagai ekspedisi Everest resmi yang pertama.

Tahun 1921 ekspedisinya yang pertama dilakukan, tapi terpaksa dihentikan karena kendala cuaca-seperti ekspedisi tim seven summit sekarang. Ekspedisi kedua, gagal setelah tujuh rekan pendakinya tewas akibat longsoran salju. Peristiwa ini sebetulnya membuat dia merasa bersalah dan trauma untuk kembali ke Everest, tapi saat tau akan ada ekspedisi lagi, dia tentu saja ngga mau ketinggalan, meskipun sebetulnya dia agak galau juga sih buat meninggalkan istri dan ketiga anaknya. Toh, akhirnya ketertarikannya pada Everest menang dan sang istri tercinta pun dia tinggalkan. Soal ini, ada narasumber yang menggambarkan hubungan Mallory, istrinya (Ruth), dan Everest sebagai cinta segitiga. Saat bersama Ruth, Mallory memimpikan Everest, dan saat di Everest, Mallory memikirkan Ruth. Aaah... So sweet banget ya?! Udah gitu, romantismenya diperkental dengan kebiasaan mereka menulis surat (seperti orang-orang di masa itu pada umumnya)-yang kayanya udah hampir punah di zaman sekarang.

Film ini awalnya dibuka oleh narasi Mallory dan Irvine yang terakhir terlihat sekitar 800 kaki dari puncak dan kemudian mereka hilang. Pencarian dilakukan, mereka tidak ditemukan. Pertanyaan besarnya adalah, apakah mereka berhasil mencapai puncak sebelum hilang?

Banyak yang ngga yakin mereka hilang setelah berhasil mencapai puncak, karena katanya tampak agak sulit untuk mereka melewati satu rintangan terakhir yang namanya Second Step.

Nah, 75 tahun kemudian, pencarian jasad Mallory dan Irvine dilakukan, dan nasib mempertemukan jasad Mallory yang masih utuh dengan Conrad Anker, pendaki yang kemudian berusaha merekonstruksi metode pendakian Mallory dan mencoba menjawab apakah Mallory sampai puncak atau tidak.

Pada 2007, Pak Anker ini kemudian merekonstruksi pakaian yang digunakan Mallory, kemudian bersama partner mendakinya, mencoba pakaian tersebut di beberapa rute menuju Everest. Di akhir film, Anker juga melintasi Second Step dengan mendaki bebas (tanpa bantuan tangga yang sebetulnya dipasang disitu oleh tim dari China pada 1975 - si tangga di-remove dulu untuk merekreasi kondisi waktu Mallory mendakinya 83 tahun sebelumnya). Kesimpulannya?! Berhasil ngga ya?? Penasaran ngga?! Nonton aja sendiri, dijamin bakal ikutan menggigil dan kedinginan dan deg-degan serta terpesona kemegahan Everest ;D

Oh ya, satu lagi alasan kenapa dipercaya kalo mereka mungkin sudah mencapai puncak adalah, pada jasad Mallory, semua barang yang dia bawa ditemukan lengkap, hanya satu yang ngga ada, yaitu foto istrinya, Ruth, yang dia janjikan akan dia simpan di puncak. Waah..romantis abis ya, Pak Mallory ini. Info lainnya, sayangnya jasad Sandy Irvine masih tetap belum ditemukan.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Friday, May 18, 2012

lagi di salman niih :D

Hari ini libur, tapi dari setengah tujuh udah beredar aja. Jalanan belum terlalu rame, jadi jam 7.15-an (lebih awal 15 menit) saya udah nyampe di lokasi janjian-mesjid salman. Masih pagi, mesjid lagi dibersihkan, bangku-bangku tempat duduk di selasarnya lagi dirapikan, trus lantainya disapu dan dipel.

Udah lama ngga ke sini, sekarang tempat wudhunya udah berubah, ngga tau sejak kapan, terakhir saya ke sini, jumlah toiletnya belum nambah, sekarang udah nambah banyak. Itu aja siy yang baru, sejak terakhir saya ke sini (awal januari, kalo ga salah).

Kalo ke sini, pastinya bakal ketemu sama akhi dan ukhti saudara seagama :) Tipikalnya ngga banyak berubah rasanya, akhwat-akhwat biasanya bergamis dan berjilbab lebar, yang ikhwan tampilannya juga khas, biasanya pake celana ngatung (memperlihatkan mata kaki) dan kadang berjenggot (bisa banyak atau sedikit, alakadarnya ;p). Ketemu para akhwat kadang bikin saya jadi minder deh, rasanya saya ngga cukup akhwat untuk dibilang akhwat, ngerti kan?! Rasanya kerudung saya ngga cukup syar'i, saya masih ngga bisa lepas dari celana panjang dan kaos-jadi berasa preman :p Udah gitu bacaan Quran saya masih ngga tartil, hapalannya juga ngga nambah-nambah, tilawah seingetnya, jangankan mau Qiyamul lail.. Huu..pokoknya jadi merembet kemana-mana deh. Dan ironisnya, sepertinya hal ini juga ngga nambah motivasi buat saya untuk menjadi lebih 'akhwat'.

Jadi inget dulu pernah ikutan rapat apa gitu di sini, ikhwan dan akhwatnya duduk jauh-jauhan, waktu ada yang ngomong jadinya ngga terlalu kedengeran, udah gitu ngga keliatan juga siapa yang ngomong. Berhubung saya merasa kalo memandang bisa membantu mendengar (apalagi kalo jauh), alhasil saya malah sibuk cari posisi buat bisa melihat pembicara dengan jelas :D


Published with Blogger-droid v2.0.4

Thursday, May 17, 2012

packing

Beres-beres barang yang akan dibawa bepergian adalah salah satu persiapan bepergian yang agak ribet dan bikin males sebetulnya. Tapi, mau ngga mau ya mesti dilakukan-demi perjalanan yang berkualitas dalam segala aspek; kenyamanan fisik dan psikis, visual, finansial, dll. Tentu saja saya akan sangat menyesal jika perjalanan yang mestinya menyenangkan harus dirusak ketidaknyamanan gara-gara saya ngga packing dengan rapi.

Untuk memastikan semua barang yang diperlukan (dan hanya yang perlu saja) dikemas dan dibawa pergi, biasanya saya buat dulu daftarnya. Buat menulis daftar tsb., saya harus memastikan dulu itinerary-nya, pergi ke mana aja, berapa lama, akan ngapain aja, gimana kira-kira cuacanya di tempat tujuan, apa saya bakal nemu tempat buat mandi, perlu buat ganti baju atau ngga, bakal nemu tempat makan atau ngga, berapa kali kira-kira saya bakal makan (ini utamanya kalo pergi camping atau hiking-harus dipastikan berapa jumlah ransum yang harus dibawa-termasuk berapa Liter kira-kira air yang mesti dibekal, jangan sampe kelaparan dan dehidrasi, ngga keren dong ;p). Dan ingat juga untuk memikirkan worst case, misalnya dengan kondisi cuaca yang ngga jelas seperti sekarang, kita mesti siap dengan kemungkinan ketemu hujan (biarpun kecenderungannya panas)-jadi mesti prepare juga jaket dan atau payung dan atau jas hujan. Biar tidur malem ngga kedinginan, pastikan pake baju yang cukup hangat, kaos kaki dan cadangannya, dll. Tambahan, misalkan bakal ada acara basah-basahan, ya berarti mesti bawa baju ganti dan drybag atau kantong plastik. Nah, gitu deh kira-kira persiapan untuk kenyamanan fisik.

Untuk lebih tentram lagi menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi, kita juga mesti menyiapkan bekal finansial yang cukup dan pastikan juga ngga berlebihan, ntar tekor!! ;p

Terakhir, untuk kepentingan dokumentasi dan komunikasi, pastikan juga kameranya dibawa dan baterainya full (klo perginya lama, ya berarti mesti bawa chargernya juga atau baterai cadangan), trus baterai ponsel juga penuh (bisa bawa charger dan atau baterai cadangan juga).

Begitulah, selamat packing dan berjalan-jalan!! :D


Published with Blogger-droid v2.0.4

Saturday, May 12, 2012

mari kembali menggunung!!

mendaki gunung, lewati lembah
sungai mengalir indah ke samudra
bersama teman, bertualang


Sudah kangen menggunakan ekstrimitas bawah, menghirup udara bersih, mendinginkan hati, menyejukkan jiwa, mengambil jarak dengan keriuhan dunia, meresapi keindahan alam, mengenali kembali kejernihan pikiran dan pandangan, mendekatkan diri dengan Sang Pencipta dan ciptaanNya.

Yuk kita liat dulu Pedoman Mendaki Gunung versi Paulo Coelho, lagi-lagi dari Seperti Sungai yang Mengalir, lihat di halaman 15-19 :)

  1. Pilihlah gunung yang hendak didaki
  2. Pelajari cara mencapai gunung tersebut
  3. Belajarlah dari orang yang sudah pernah sampai ke sana
  4. Bahaya-bahaya, setelah dilihat dari dekat, bisa dikendalikan
  5. Lanskapnya berubah-ubah, jadi manfaatkanlah sebaik-baiknya
  6. Hormati tubuh Anda
  7. Hormati jiwa Anda
  8. Bersiaplah untuk berjalan lebih jauh
  9. Bersukacitalah sesampainya di puncak
  10. Ikrarkan
  11. Ceritakan kisah Anda   

Friday, May 11, 2012

konflik internal – edisi curhat superlebay (versi saya ;p)

Saya tidak suka dicereweti. (apakah kalimat ini benar secara bahasa?) Maka, mengikuti kaidah ‘perlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan’, saya sedapat mungkin menghindar dari kondisi dimana saya menjadi subjek – mencereweti. 

Sebagai individu yang cenderung keras kepala, saat saya menjadi objek kecerewetan seseorang, biasanya yang terjadi justru pemberontakan, resistensi. Misalnya, dulu ibu saya terus-terusan cerewet soal penggunaan kerudung. Sebenarnya, saya tahu bahwa salah satu kewajiban seorang muslimah adalah memakai jilbab, saya juga sudah mulai memikirkan untuk mematuhi kewajiban tersebut. Tapi, berhubung ibu saya cerewet duluan soal ini, saya jadi males, soalnya saya tidak mau dianggap memakai kerudung atas dasar menuruti kata-kata ibu saya. 

Nah, belajar dari pengalaman sendiri, saya pikir cerewet justru akan memperlambat pencapaian suatu tujuan. Semakin sering kita mengulang permintaan/perintah, maka semakin tidak efektif permintaan/perintah tersebut. Itulah sebabnya saya tidak mau cerewet. 

Tapi, berhubung dunia ini sangat luas dan penghuninya banyak – lebih dari tujuh miliar, maka variasi individu di dalamnya juga sangat besar. Pengalaman saya tidak sama dengan orang lain, kecenderungan saya berbeda dengan orang yang duduk di meja sebelah saya, apalagi dengan orang yang mejanya di ujung sana :D 

Saya tidak tahu apa sebabnya, tapi ternyata beberapa orang butuh untuk dimotivasi dengan kecerewetan orang lain untuk mengingatkan tugasnya. Tampaknya, menjelaskan secara baik-baik tidak membawa pengaruh apa-apa – setidaknya pengaruh yang saya harapkan. Kadang-kadang, yah, seringkali, saya frustrasi, karena saya harus cerewet, sementara, saya sama sekali tidak mau cerewet. Hadeuuh... lebay nih. Tapi sungguh, pertentangan ini melelahkan jiwa.

penduduk sampai 2017

Dua hari yang lalu, pulang sedikit  agak malem setelah temu kangen sama kursi bioskop dan lebih mengistirahatkan otak dengan nonton film yang ngga pake mikir, saya menemukan selembar ktp di atas rak. Eh, ternyata ktp saya yang diperpanjang dua (nyaris tiga) bulan yang lalu itu akhirnya menemukan jalannya untuk ketemu sama pemiliknya. Kejutan yang menyenangkan, si ktp diantar sama pak rt yang menerima sang ktp dari pak rw yang datang ke kecamatan dan dititipi ktp itu sama petugas kecamatan, soalnya katanya ktpnya sudah lama ngga ada yang ngambil. Jadi...saya aman deh sampe 2017 :D Alhamdulillah ngga usah izin lagi, ngga apa-apa deh foto di ktpnya miring juga, yang penting ada :)

Ngomong-ngomong itu e-ktp apa kabarnya ya?! Katanya mau bulan maret, tapi sampe sekarang kok ngga ada beritanya lagi. Padahal mestinya yang tinggal di daerah agak kota kan bisa lebih update. Aneh!


Oh ya, kesimpulan yang saya dapet setelah nonton the avengers kemaren adalah.. Jangan memilih untuk tinggal di kota besar, lebih baik tinggal di kota kecil saja. Meskipun hampir nggak mungkin ketemu superhero di kota kecil, tapi ngga bakal ada juga supervillain yang bakal meluluhlantakkan tempat tinggal kita.


Published with Blogger-droid v2.0.4

Monday, May 7, 2012

Pemanah dan Busurnya

Salah satu artikelnya Paulo Coelho di Seperti Sungai yang Mengalir.


Pentingnya perulangan


Tindakan adalah pikiran yang mengejawantah.
Bahkan gerakan yang paling samar bisa mengungkap diri kita, itu sebabnya semuanya mesti kita poles, kita pikirkan rincian-rinciannya, kita pelajari tekniknya sedemikian rupa sampai menjadi intuitif. Intuisi bukanlah rutinitas, melainkan suatu sikap pandang yang melampaui teknik.
Jadi, setelah banyak berlatih, kita tidak perlu berpikir dulu sewaktu membuat gerakan; sebab semuanya sudah bagian dari eksistensi kita sendiri. Tetapi untuk bisa seperti itu, kita mesti berlatih dan mengulang-ulang.
Dan kalau itu belum cukup, Anda mesti mengulang dan berlatih.
Lihatlah pandai besi yang sedang bekerja. Bagi mata orang awam, kelihatannya dia sekadar memukulkan palunya berulang-ulang; tetapi seorang pemanah tahu bahwa setiap kali si pandai besi mengangkat palunya dan memukulkannya, kekuatan pukulannya berbeda-beda. Tangannya mengulangi gerakan yang sama, tetapi sewaktu hampir mendekati logam, tangannya tahu seberapa besar daya yang mesti dikerahkan.
Lihatlah kincir angin. Kalau hanya sekilas pandang, baling-balingnya seolah berputar dengan kecepatan yang sama, mengulangi gerakan yang itu-itu saja; tetapi orang-orang yang tahu betul tentang kincir angin, paham bahwa benda itu dikendalikan oleh angin dan berubah arah bila diperlukan.
Tangan si pandai besi sudah terlatih karena mengulang-ulang gerakan memukulkan palunya ribuan kali. Baling-baling kincir angin akan berputar cepat saat angin bertiup kencang, sehingga roda-rodanya bisa bergerak dengan lancar. 
Si pemanah membiarkan banyak anak panah melesat jauh dari sasarannya, sebab dia tahu bahwa dia baru bisa belajar tentang pentingnya busur, postur, tali, dan sasaran, kalau dia mengulangi gerakan-gerakannya ribuan kali dan tidak takut membuat kesalahan.
Akhirnya suatu hari dia tak perlu memikirkan gerakannya lagi. Mulai saat itu si pemanah menjadi busur, anak panah, dan sasarannya sekaligus.


Mengamati Anak Panah yang Melesat

Anak panah adalah niat yang diproyeksikan ke sasaran.
Setelah anak panah dilepaskan, tak ada lagi yang bisa dilakukan si pemanah selain mengamatinya meluncur ke tujuannya. Mulai saat itu, tegangan yang dibutuhkan untuk menembakkan si anak panah tidak dibutuhkan lagi. Karenanya kedua mata sang pemanah tertuju pada arah terbang si anak panah, namun hatinya teduh dan dia tersenyum.
Kalau dia sudah cukup berlatih dan sudah berhasil mengembangkan instingnya, kalau dia berhasil menjaga keanggunan dan konsentrasi selama keseluruhan proses melepaskan anak panahnya, saat itu dia akan merasakan kehadiran alam semesta dan akan dilihatnya bahwa tindakannya patut dan layak.
Teknik membuat kedua tangannya siap, pernapasannya mantap, dan matanya terfokus ke sasaran. Insting membuat perhitungannya tepat sewaktu melepaskan anak panah.
Orang yang kebetulan lewat dan melihat si pemanah yang kedua lengannya terkembang, matanya mengikuti gerakan anak panah, akan mengira tidak terjadi apa-apa. Tetapi sekutu-sekutunya tahu bahwa pikiran orang yang melepaskan anak panah itu telah berpindah dimensi dan kini tengah tersambung dengan seluruh semesta. Pikirannya terus bekerja, belajar hal-hal positif tentang tembakannya tadi, mengoreksi kekeliruan-kekeliruan yang mungkin terjadi, menerima kualitas-kualitasnya yang bagus dan menunggu reaksi sasaran panahnya.
Seraya menarik tali busurnya, seluruh dunia serasa terfokus di dalamnya. Waktu matanya mengikuti gerakan anak panahnya, dunia seolah mendekat dan membelainya, hatinya puas karena telah menunaikan tugasnya.
Ksatria cahaya tak perlu mencemaskan apa-apa lagi setelah menuntaskan tugasnya dan mewujudkan niatnya ke dalam gerakan; apa yang mesti dilakukan, telah dilakukannya. Dia tidak membiarkan dirinya dilumpuhkan rasa takut. Andai pun anak panah itu meleset dari sasarannya, masih ada kesempatan lain baginya, sebab dia bukan pengecut.

ceritanya cari bahan bacaan - terkait pekerjaan ;p

pasang steker, pencet tombol on, tunggu layar menyala, ketik password, tunggu loading, pasang si modem, aktifkan sambungan internet, buka google chrome, buka tab baru banyak-banyak.
tab 1: search engine google
tab 2: e-mail
tab 3: e-mail (lagi)
tab 4: blog
tab 5: facebook

masukkan keyword di tab 1, buka link yang kira-kira menarik di tab lain, sambil nunggu, hapus e-mail dari inbox, setelah inbox-nya kosong, tab-nya langsung ditutup.
liat facebook, baca notifikasi, dst., dst., dst., hingga akhirnya yang terjadi adalah facebook-an sambil browsing, padahal niat awalnya mau browsing sambil fb-an. damn!! :p