Sunday, December 30, 2012

The Walk to Paradise Garden

Copas dari sini, gara-gara suka sekali liat foto ini di NGI Januari 2013 Edisi Spesial 125 Tahun Penjelajahan :)

W. Eugene Smith was no doubt one of the greatest war correspondents of the last century. As the photographer for Life, he followed the island-hopping American offensive against Japan, from Saipan to Guam, from Iwo Jima to Okinawa, where he was hit by mortar fire, and invalided back.
His war wounds cost him two painful years of hospitalization and plastic surgery. During those years he took no photos, and it was doubtful whether he would ever be able to return to photography.
Then one day in 1946, he took a walk with his two children, Juanita and Patrick, towards a sun-bathed clearing:

While I followed my children into the undergrowth and the group of taller trees – how they were delighted at every little discovery! – and observed them, I suddenly realized that at this moment, in spite of everything, in spite of all the wars and all I had gone through that day, I wanted to sing a sonnet to life and to the courage to go on living it….
Pat saw something in the clearing, he grasped Juanita by the hand and they hurried forward. I dropped a little farther behind the engrossed children, then stopped. Painfully I struggled — almost into panic — with the mechanical iniquities of the camera…. I tried to, and ignore the sudden violence of pain that real effort shot again and again through my hand, up my hand, and into my spine … swallowing, sucking, gagging, trying to pull the ugly tasting serum inside, into my mouth and throat, and away from dripping down on the camera….
I knew the photograph, though not perfect, and however unimportant to the world, had been held…. I was aware that mentally, spiritually, even physically, I had taken a first good stride away from those past two wasted and stifled years.

While he was right about his stride towards recovery, Smith miscalculated the photo’s importance. In 1955, a heavily-indebted Smith decided to submit the photo to Edward Steichen’s now- famous Family of Man exhibit at the MOMA. There, it became a finalist and then the closing image, thus cementing its position as the ur-icon of all family photographs.

Published with Blogger-droid v2.0.9

Tuesday, December 25, 2012

girls's days out

Keponakan-keponakan saya lagi pada liburan. Salah satunya (keponakan 2), ngebet pengin nonton Habibie-Ainun. Maka, kemaren sore kami berempat pergi ke bioskop dengan niat nonton film tersebut. Eh, nyampe sana, udah penuh banget (komplikasi musim libur dan persaingan yang lebih heboh, karena yang pengin nonton ga cuma anak muda, banyak juga pasangan ayah-ibu bahkan kakek-nenek yang meramaikan kompetisi), jadwal yang masih kosong cuma jam setengah sembilan, terlalu malam.. Tapi berhubung udah telanjur pergi, sayang banget klo ngga lanjut nonton, akhirnya ganti judul film deh, maunya The Hobbit (saya udah liat, tapi keponakan saya kan belum) - untungnya, atau sialnya, film ini juga laris.. Maka, pilihan berikutnya jadi liat '5cm.' deh, pilihan keponakan 1, dapet duduk di barisan paling depan.
Filmnya? Gitu deh..beberapa bagian bikin keponakan saya ngakak nyaris tak terkendali. Kayanya film ini cukup berhasil memvisualisasikan novelnya. Castingnya agak ganggu kalo buat saya, pemainnya kinclong-kinclong :p Pemeran Riani, aktingnya agak datar, ekspresinya agak monoton klo menurut saya.
Hal lain yang lebih ganggu adalah tergerainya rambut para perempuan waktu mendaki. Gatel deh, kenapa sih ngga diikat, kan gerah dan ribet. Trus, mereka pake celana jeans, padahal bahan jeans justru bakal dingin banget kalo pas malem. Apa lagi ya? Oh, bawaan para perempuan ini dikit banget, padahal meskipun cuma bawa perlengkapan pribadi, kayanya tetep aja tas mereka mestinya ngga sekecil itu.
Hal kritis lainnya yang bikin saya geregetan, keliatannya mereka ngga bawa cukup air minum, apalagi pas pendakian ke puncak, mereka ngga bawa minum sama sekali.. Iya sih semua carrier ditinggal di tenda, tapi kan normalnya, tetep bawa air minum (yang bisa dibawa dalam daypack). Air minum kan penting banget, terutama mendaki begitu, ditambah cuaca dingin, tubuh kita bisa dehidrasi..
Komentar terakhir, kelebayan bukunya berhasil tampil di adegan akhir saat mereka upacara bendera di puncak.
Semua ketidakpasan yang saya rasa di atas dikompensasi dengan gambar-gambar menakjubkan sejak dari pemandangan lembah menuju Ranupani, Ranukumbolo yang magis, tanjakan cinta, Oro-oro Ombo, hingga pemandangan beraraknya awan dilihat dari puncak. Lumayan membangkitkan kenangan lama ;p (ngomong-ngomong, hari ini 3 tahun yang lalu, saya lagi di kereta Kahuripan, dalam perjalanan menuju puncak tertinggi Jawa, kaya di film..jadi berasa dirayakan :D)
Nah, overall, filmnya lumayan menghibur kok, tapi ngga bikin saya mikir atau gimana juga sih..

Apa kabar sama Habibie-Ainun yang pengin ditonton sama keponakan 2? Yah, karena kami orang-orang istiqomah, tadi siang kami balik lagi dong.. Kali ini menjelang tengah hari kami sudah di lokasi. Eh, bioskopnya udah buka, antriannya udah lumayan, Alhamdulillah, kami berhasil dapet tiket untuk pertunjukkan kedua, kali ini di barisan kedua dari belakang. Hore!! Prestasi banget ya?! :)
Filmnya? Menurut saya sih, lebih bagus dari film yang sehari sebelumnya kami liat (meski sebenernya ngga bisa dibandingin juga sih, genre-nya aja udah beda). Mungkin karena ceritanya berdasarkan kisah nyata, dan mungkin karena aktor utamanya (Reza Rahadian) memerankan B.J. Habibie dengan cukup niat (dia lumayan berhasil menirukan gaya bicara dan cara berjalan sang tokoh), sehingga filmnya jadi terasa lebih sungguh-sungguh. Meskipun ada juga beberapa hal kecil yang ganggu, yang justru karena kecil, bikin saya geregetan, misalnya jas dokter yang digunakan salah satu aktris tampak terlalu besar, trus sisipan iklan produk minuman dan snack yang lumayan ganggu, inovatif sih..tapi tampak tidak pada tempatnya klo kata saya.
Karena udah tau ceritanya, keponakan saya udah siap dengan perbekalan tisu, jadi pas adegan sedih, dia bisa leluasa nangis bombay. Iya sih nangis, tapi campur ketawa-ketawa karena diketawain sang adik (keponakan 3), yang sebenernya juga lagi nangis pas ngetawain itu.

Akhirnya, semua senang kayanya.. Sekarang udah pada terkapar, puas karena misi nonton berhasil :)

Published with Blogger-droid v2.0.9

Sunday, December 23, 2012

Mengakhiri tahun ini

ri·si·ko n akibat yg kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dr suatu perbuatan atau tindakan: apa pun -- nya, saya akan menerimanya; dia berani menanggung -- dr tindakannya itu

Ternyata, definisi KBBI mengenai risiko terbatas pada akibat yang kurang menyenangkan, iya ya? Jadi ga ada dong istilah 'good risk' dan 'bad risk'? [Iya juga sih, 'good risk' itu sama dengan benefit kali ya?]

Karena ternyata Kiamat (dengan K besar) kemarin ngga jadi dan ditunda hingga waktu yang tidak dapat ditentukan (dan tidak akan pernah terjadi dengan pemberitahuan sebelumnya..), jadi masih ada dua minggu terakhir di tahun ini. Dua akhir pekan panjang tuh, dan kayanya sayang banget gitu ya kalo dibiarkan lewat tanpa ngapa-ngapain (maksudnya tanpa jalan-jalan). Tapi ngga tau kenapa, setelah November, rasanya ngga ada semangat buat jalan. Pengin sih, tapi ya sudah, sampai di situ saja. Setelah dipikir-pikir lagi, ternyata ada lebih banyak alasan buat ngga ke mana-mana dari pada berkeliaran. Pertama, cuaca. Musim hujan tahun ini rasanya tampak mengkhawatirkan ya? Padahal ini masih bulan Desember.. Kebayangnya sih, ngga asik banget kalo saya jalan-jalan di musim seperti ini, gimana kalo terjadi banjir, macet, longsor, atau kecelakaan lalu lintas, amit-amit sih, tapi kemungkinannya jadi semakin besar dengan curah hujan yang seperti sekarang. Saya tau, mestinya sih yang namanya petualang tuh ngga akan terhenti gara-gara cuaca. Tapi kan petualang juga ngga berarti bodoh, kita mesti tau kapan saat untuk mengambil risiko dan kapan kita mesti menunda -- padahal ngga ada rencana juga sih :) Trus.. Bepergian musim libur kaya gini juga biasanya jadi lebih mahal dan rame, jadi ya gitu, di tujuan wisata, pemandangan biasanya ya kerumunan orang. Males..
Belum lagi ribetnya pakaian yang harus dibawa, kalo begini kan artinya baju cadangan harus ekstra, ada jas hujan, pakaian hangat, dst.
Saya rasa, saat ini, keputusan paling tepat adalah menikmati hujan (mulai dari yang rintik hingga sangat deras), dari kenyamanan rumah dan kehangatan selimut, mungkin ditemani sebuah novel, secangkir teh atau kopi panas, beberapa potong brownies atau gorengan, dan pakaian kering, boleh tambahkan musik latar lagu sendu kalo suka. Heaven..
Alasan lain, setelah beberapa kehebohan kecil beberapa minggu kemarin dan kekacauan jadwal, cucian baju kotor saya udah numpuk.. Ngga bisa dong pergi meninggalkan cucian.. Dan daleman bersih saya udah habis, jadi.. ya kalo pun pergi, mau packing apa juga :p [memalukan sekali :(]
Alasan lainnya, saya lagi pelit kayanya.. Lagi sadar, akhir-akhir ini sepertinya banyak pengeluaran ngga penting. Tampaknya, bulan depan mesti mulai lagi disiplin mencatat cashflow. --resolusi dadakan :p
Jadi... Setelah mengingat, mengukur, menilai, menghitung, memikirkan, menimbang, merasa, dst., saya memutuskan.. di rumah aja deh.. (seperti sebelum-sebelumnya..) nothing new, no crowd, no unnecessary risk, just home..and family..and food (maybe) :D
Selamat liburan!! Stay dry!! :D

Published with Blogger-droid v2.0.9

Wednesday, December 19, 2012

4 in 1 (tentang film-film)

Peringatan: catatan di bawah mungkin spoiler (kalo gapenting sih sudah pasti). Silakan berhenti membaca sebelum kecewa :p
Antara Skyfall, Breaking Dawn (part 2), Life of Pi, dan The Hobbit: An Unexpected Journey, ada satu aspek kecil dalam film-film tersebut yang saya pikir sama, yaitu kesendirian.
Di Skyfall, jadi agen pemerintah adalah pekerjaan yang anonim, sepertinya kegagalan atau keberhasilan suatu misi tidak akan pernah diakui secara luas dan terbuka. Hidup mata-mata itu sepertinya dihabiskan dalam bayangan, abu-abu. Makanya, profil yang sesuai untuk pekerjaan seperti ini ya kaya si agen 007 ini, yatim piatu tanpa keluarga. Jadi hidupnya bisa didedikasikan sepenuhnya pada pekerjaan, dia bisa fokus tanpa merasa terbebani dengan kekhawatiran/kecemasan atas keamanan, kesejahteraan, pertanyaan, kecurigaan, dsb. dari anggota keluarga. Maka, dalam kasus agen rahasia, demi produktivitas, sendiri adalah sesuatu yang baik. Dan sepertinya sih, meski pun seorang agen ngga mau sendiri, pilihan pekerjaan sebagai agen rahasia mau ngga mau akan menjerumuskan dia ke dalam kehidupan yang soliter.
OOT, ngomong soal James Bond, menurut saya Daniel Craig ini adalah James Bond yang paling OK, sebab, secara logika, yang namanya agen rahasia mestinya ngga begitu mencolok, jadi mestinya ngga ganteng kaya Sean Connery atau kinclong kaya Pierce Brosnan (untuk Roger Moore sama Timothy Dalton, saya no comment :p)
Breaking Dawn bagian kedua ini adalah film kelima dari Twilight Saga, satu-satunya yang saya saksikan di bioskop, semata-mata atas dasar rasa penasaran. Hebat juga ya Bu Stephanie Meyer, gara-gara saga ini, citra vampir berubah menjadi positif, dari nuansa gelap, suram, dan jahat, menjadi keren, kaya superhero.
Twilight, secara sederhana, menurut saya adalah kisah cinta biasa aja, dengan latar belakang dunia vampir versi Bu Meyer. Di cerita ini, yang saya tangkap (dan belum tentu benar loh), Isabella (Bella) Swan adalah remaja yang merasa sendiri, di awal cerita, dia pindah dan memilih tinggal dengan ayahnya karena dia merasa butuh memberikan ruang untuk ibunya dan suami ibunya (=ayah tirinya). Sebenarnya dia juga ngga pengen-pengen banget tinggal sama ayahnya. Bella digambarkan sebagai gadis yang agak ceroboh (maksudnya, sering membahayakan diri sendiri), rapuh, dan tampak lemah - sebagai manusia. Setelah menemukan cinta (halah) bersama Edward, hingga kemudian melahirkan dan bertransformasi menjadi vampir, dia berubah drastis, dari awalnya lemah dan tak berdaya, setelah menjadi vampir, dia menjadi yang terkuat di keluarga Cullen. Hebat ya? Ironis juga sih, karena menurutnya (menurut Bella, maksudnya), dia justru merasa hidup setelah menjadi vampir. Dan, kalo boleh saya komentari, tampaknya dia menemukan jati diri dan kenyamanan dengan menjadi vampir, pada akhirnya dia menemukan tempatnya dan tidak merasa sendiri.
Masalah: anak Bella dan Edward yang namanya Renesmee (spelling?), adalah hibrid manusia-vampir, dia berdarah panas, memiliki jantung yang berdenyut, bisa makan makanan manusia dan minum darah, tumbuh cepat dan dewasa di usia tujuh tahun, kemudian pertumbuhannya terhenti, tetap muda, dan immortal seperti vampir, ngga menua dan ngga mati. Pertanyaannya, gimana ya perasaannya si Renesmee ini, karena sebenarnya dia sendiri, bukan manusia, bukan vampir. Sekilas, tampaknya dia mendapat keuntungan dengan menjadi hibrid, tapi menurut saya, keabadian bukanlah suatu hal yang hebat, malah mungkin justru semacam siksaan. Bukankah suatu momen itu menjadi berharga karena kita tau bahwa waktu ini teramat terbatas? Apa rasanya ngga sedih atau sesak saat waktu berlalu, semua berubah, sementara kita stagnan tanpa ikut terlibat dengan perubahan-perubahan itu? Yah, ngga usah terlalu dipikirin, cuma cerita fiksi kok :D
Life of Pi diantaranya bicara mengenai kesendirian Pi Patel di tengah Samudera Pasifik selama 277 hari, hanya berteman dengan seekor harimau Bengal bernama Richard Parker. Binatang buas ini menjadi sumber ketakutan sekaligus alasan Pi mampu bertahan hidup. Inilah mengapa di akhir, saat akhirnya menemukan daratan, Pi menangis ketika Richard Parker pergi begitu saja tanpa ada perpisahan resmi, misalnya berupa tatapan atau auman terakhir.
Dituliskan oleh Daniel Gottlieb, dalam Letters to Sam: 'Cerita tentang Pi adalah cerita tentang kita semua. Kita semua memiliki harimau di bawah terpal - harimau yang menurut kita bisa merusak kita. Kita mengira kita ingin menyingkirkan harimau itu. Namun, sesungguhnya, kita akan merasakan kehilangan yang luar biasa jika mereka meninggalkan kita, karena bagaimanapun, mereka adalah bagian dari diri kita.'
Terakhir, dalam The Hobbit, kesendirian Gollum jauh di dalam kegelapan telah menyebabkan dia menjadi sesosok monster yang menakutkan sekaligus menyedihkan. Gollum tidak memiliki kemewahan sesosok teman, bahkan teman sumber ketakutan seperti Richard Parker. Gollum hanya ditemani dengan dirinya sendiri, tanpa teman untuk menjaga kewarasannya, kepribadian Gollum jadi terbagi. Sepertinya, hal ini membuktikan bahwa manusia memang makhluk sosial yang membutuhkan teman, bahkan teman yang buruk sekalipun, karena sepertinya, diabaikan jauh lebih buruk dari dimusuhi.
Selain Gollum, sang Hobbit, Bilbo Baggins juga merasa sendirian berada di dalam kelompok kurcaci, menuju petualangan penuh bahaya, merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri, kangen rumah, takut, dan kemudian menemukan keberanian. Ada satu dialog bagus soal keberanian, kata Gandalf: 'true courage is not about knowing when to take a life, but when to spare one' (yang dipraktekkan oleh Bilbo menjelang akhir film). Kutipan favorit lainnya adalah saat Gandalf ditanya oleh Galadriel, alasannya memilih Bilbo: 'Saruman believes it is only great power that can hold evil in check, but that is not what I have found. I found it is the small everyday deeds of ordinary folks that keep the darkness at bay. Small acts of kindness dan love. Why Bilbo Baggins? Perhaps because I am afraid, and he gives me courage.'
Soal film ini, karena alurnya sengaja dipanjang-panjangkan biar bisa jadi beberapa film, hasilnya, film ini tidak berasa begitu 'mencekam'. Alurnya terlalu lambat dan detail-detailnya terlalu banyak (sok tau aja sih, soalnya ga baca bukunya juga :p).

Published with Blogger-droid v2.0.9

Saturday, December 15, 2012

Menjadi yang termuda: pros & cons

Mengobrol ini-itu dengan seorang teman memunculkan fakta ke-bungsu-an saya, menurutnya saya tidak tampak seperti anak bungsu, konon katanya anak bungsu cenderung ingin menjadi pusat perhatian, ingin didengar, dan senang menonjolkan diri. Benarkah? Saya sih merasa, entah ini ada hubungannya dengan status bungsu atau tidak, saya cenderung keras kepala, pembangkang, dan mau menang sendiri, tapi di sisi lain saya sering merasa berkewajiban menyenangkan dan memenuhi ekspektasi orang lain.
Mungkin juga..saya tidak terlalu bersikap seperti anak bungsu karena jarak usia saya dan kakak saya cukup jauh, minimum 9 tahun, maksimum 17 tahun. Saat saya mulai sekolah di TK, kakak saya sudah SMA, dan saya di rumah berasa anak tunggal.
Keuntungan menjadi anak bungsu diantaranya, orang tua saya sudah lebih mapan secara ekonomi, jadi masa kecil saya relatif lebih sejahtera dibandingkan kakak-kakak saya yang kayanya lebih banyak merana dan sering disuruh ini-itu waktu mereka kecil. Karena sudah lebih berpengalaman, orang tua saya juga menetapkan aturan-aturan yang relatif lebih longgar untuk saya, mereka lebih santai dan ngga begitu banyak cemas. Dulu, waktu kakak saya SMP, belajar bersama di rumah teman akan berujung pada penjemputan. Sedangkan saya, ngga pernah tuh disusul-susul begitu, tapi saya jarang juga sih keluar rumah, dan mungkin saya relatif lebih tidak mencemaskan dibanding kakak saya :D
Di sisi lain, kerugiannya adalah, karena jarak usia yang jauh dengan orang tua, keterhubungan saya dengan mereka ngga sebaik keterhubungan orang tua dan kakak-kakak saya. Waktu saya SD, ibu saya sudah tidak serajin waktu kakak saya SD. Saat itu, kakak saya berambut panjang dan mendapat kemewahan penataan rambut tiap pagi. Waktu saya SD, rambut saya cepak, ngga pernah ditata, cukup disisir, ringkas saja. Waktu saya SMP, Bapak saya sudah pensiun, meski pun waktunya lebih melimpah, tapi interaksi kami tidak sebaik interaksi Bapak dan kakak-kakak saya. Saat kakak saya SMA, nilai rapor mereka dipantau, tiap akhir minggu, biasanya mereka ngumpul dan ditanyai satu-satu. Saya? Cukup diambilkan rapornya saja saat hari pembagian rapor. Untungnya..sepertinya sih saya cukup cocok dengan metode pengajaran kita, jadi memang ngga perlu dicemaskan juga sih :) [keluar deh sifat menonjolkan diri, berarti terbukti ya saya anak bungsu?!]
Bagaimana pun, buat saya lebih banyak enaknya kok jadi anak bungsu. Alhamdulillah yaa :)

Published with Blogger-droid v2.0.9

Friday, December 14, 2012

Sang elektrode

elek·tro·de /éléktrode/ n 1 dua kutub (anode, katode) dr baterai listrik; 2 lempeng logam atau kawat untuk mengalirkan arus listrik dl elektrolit

Jika saya suatu elektrode, saya bisa jadi anode atau katode, tergantung muatannya. Saat dipenuhi perasaan positif, maka saya menjadi anode. Sebaliknya, menjadi katode saat dipenuhi muatan negatif.
Sebagai anode, tentu saja akan menarik muatan-muatan negatif untuk mendekat, tapi karena saya lagi positif, maka muatan-muatan yang mendekat itu bisa dinetralisasi dan saya tetap positif. Hore!!
Masalah: saat menjadi katode, saya akan menolak muatan-muatan negatif, bereaksi dengan muatan positif dan tetap negatif.
Sebagai anode, saya menerima semua muatan negatif dengan positif. Sedangkan sebagai katode, muatan negatif yang mendekat akan saya tanggapi secara negatif.
Gimana ya supaya bisa terus konsisten menjadi anode?

Published with Blogger-droid v2.0.9

Thursday, December 13, 2012

Curhat bernafaskan keluhan :p

Peringatan: mohon berhenti sampai di sini saja, tidak usah diteruskan jika tidak ingin mendapatkan pengalaman buruk membaca keluhan ngga penting tentang orang yang harusnya ngga penting.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang bermanfaat untuk orang di sekitarnya. Saya senang bisa bermanfaat, tapi saya ngga suka dimanfaatkan. Apa bedanya ya? Apa itu artinya saya belum bisa ikhlas?
Kalo ada yang minta bantuan, saya senang kok membantu, kalo mungkin. Nah, masalahnya adalah, pihak yang dibantu kadang-kadang ada yang suka ngga tau diri (menurut saya :p). Sudah dikasih hati minta jantung, lama-lama ngeselin.. Dan akhirnya, gara-gara merasa dimanfaatkan, saya ngga mau deh ngebantuin lagi. Enak aja, saya pikir, kalo saya bantuin terus, lantas kerjaan kamu apa?? Rasanya seperti menanam pohon mangga dengan telaten, trus tau-tau setelah si pohon tumbuh, berbunga, trus berbuah, lantas buahnya dimakan sama orang lain. Mending kalo cuma satu, ini habis makan satu, dia minta satu pohon.. Please deh ;p
Parahnya lagi.. Setelah saya menolak membantu, kok jadinya seperti saya yang salah ya?! Bisa jadi sih.. sebetulnya saya nyaris saja mengalah dan tetap membantu, kalau saja dia tidak bersikeras dan justru malah mengarahkan saya untuk semakin yakin buat ngga membantu. Ya gitu deh, saya kan tipikal orang yang makin didesak justru makin bandel. Usaha dia dengan mengeluhkan banyaknya pekerjaan yang harus dia lakukan malah membuat saya tambah sebel, dalam hati ngomong begini: 'sok penting banget sih, memangnya kamu aja yang kerjaannya banyak? Emangnya saya kurang kerjaan? Emang kerjaan saya juga ngga banyak? Emangnya ada yang maksa kamu kerja begitu?' Saya pikir, kalo masih kita lakukan, ngga usah dikeluhkan deh, toh ngga akan membuat pekerjaannya makin mudah kan? Apalagi merasa pekerjaannya lebih berat/banyak dari kerjaan orang lain.. Rumput tetangga terlihat lebih hijau, tapi kan tetep aja rumput.
Udah ah..ngga penting.. Setelah ini, ngga akan dipikirin. Mungkin saya yang salah, tapi saya memilih untuk belajar saja mengatasi rasa bersalah itu..

Published with Blogger-droid v2.0.9

Sungguh suatu misteri (buat saya)

Maut menjemput tanpa pemberitahuan, rasanya konyol sekali saat mendengar berita kematian, lantas ada yang berkomentar betapa mendadak seseorang meninggalkan dunia. Yah, ngerti sih maksudnya, tapi tetap saja rasanya terdengar konyol.
Minggu lalu, sepupu saya meninggal dalam usia yang relatif muda, saya duga mungkin akibat aneurisme yang berlanjut hingga pembuluh darahnya pecah. Silent killer.. Secara kasat mata seseorang bisa tampak bugar dan sehat, sementara jauh di dalam tubuh, sang pembunuh-sunyi mengintai dengan sabar, menunggu, hingga dalam sepersekian detik, terpisahlah raga dan jiwa.
Betapa rapuh hidup ini.. Dalam sekejap saja, dari ada menjadi tiada..
Secara tidak sadar, ingatan saya terbawa ke awal tahun ini, saat Bapak saya meninggal. Saat kembali bekerja dan menceritakan kronologis kepergian Bapak saya (kayanya orang Indonesia tuh kepo banget ya?! Mungkin maksudnya biar bisa lebih berempati, tapi menurut saya ada beberapa hal yang terkadang justru lebih baik tidak diceritakan kembali ;p) - anyway, saat itu, suatu pernyataan dari seseorang membuat saya bertanya-tanya, seandainya saja.. Misalnya, kami ke rumah sakit lebih awal, pengobatannya berbeda, keputusan lain yang dipilih, dst.. apakah kenyataan akan berbeda? Entahlah..
Kadang, kita (well, saya) berusaha meyakini bahwa itulah jalan yang terbaik. Tapi, benarkah? Tidakkah itu hanya justifikasi untuk kita, yang ditinggalkan, untuk mengatasi rasa bersalah dan kehilangan? Untuk memungkinkan kita terus menjalani hidup tanpa dibayangi rasa bersalah atau penyesalan.. Entahlah..

Published with Blogger-droid v2.0.9

Thursday, December 6, 2012

monolog-pengantar-tidur: hidup ini memang rumit atau sayanya aja yang ribet ;p

Gabungkan tidak asertif, keras-kepala, ngga sabaran, dan merasa dimanfaatkan. Hasilnya adalah.. merasa tolol dan kecewa dengan diri sendiri.
Kesalahan orang lain, rasanya sih mungkin masih bisa dimaafkan, meski tidak segera, tapi seiring berjalannya waktu, kekecewaan pada orang lain akan memudar dan semakin mudah termaafkan.
Mengecewakan diri sendiri adalah hal yang jauh berbeda, setiap hari, keberadaan diri akan mengingatkan pada kesalahan yang sudah diperbuat. Argumen-argumen pada sudut pikiran hanya menghantarkan pada kesadaran bahwa sang logika sedang berusaha mencari pembenaran atas apa yang telah terjadi. Butuh waktu lebih lama untuk memaafkan diri sendiri.
Maka.. apa jadinya aku... untuk hari ini dan selanjutnya, semoga tidur nyenyak tanpa mimpi tidak berubah menjadi kemewahan :)
*apa sih?! :p

Published with Blogger-droid v2.0.9

Wednesday, December 5, 2012

My December

This is my December
This is my time of the year
This is my December
This is all so clear
-My December, Linkin Park-

Karena alasan-alasan tertentu (yang sentimentil), Desember menjadi bulan istimewa buat saya..
Bukan berarti masa-masa buat evaluasi resolusi (sejak kapan saya menetapkan resolusi?! :D), bukan buat pesta akhir tahun (tentu saja :D), bukan juga buat merayakan Natal (meskipun saya menikmati liburnya, pajangan-pajangan lucu dan diskon di pertokoan, film-film keluarga dan film romantis yang biasanya ditayangkan di TV).
Bulan ini..bertahun-tahun yang lalu, saya lahir ke dunia, menyebabkan kakak saya kecewa berat karena dia gagal jadi anak bungsu.
Fakta remeh ini (maksudnya lahir bulan Desember :p) adalah salah satu hal yang menyenangkan buat saya, soalnya umur saya baru nambah di akhir tahun, jadi saya bisa merasa muda lebih lama ketimbang teman-teman seangkatan saya yang sudah berulang tahun lebih dulu. Jelas ngga sih? Bahasanya tampak ribet ya? Ya gitu deh.. :D

Published with Blogger-droid v2.0.9

Mengutip.. (saja :p)

'... orang-orang ateis adalah saudaraku juga, yang memiliki keyakinan berbeda. Setiap kata yang mereka ucapkan menunjukkan keyakinan mereka. Seperti aku, mereka melangkah sejauh yang dimungkinkan akal - setelah itu mereka membuat lompatan.
Sejujurnya, bukan orang-orang ateis yang terasa mengganjal bagiku, melainkan orang-orang agnostik. Boleh-boleh saja merasa ragu selama beberapa waktu. Kita semua mesti melewati Taman Getsemani. Kristus saja pernah merasa ragu, apalagi kita. Kristus pernah semalaman berdoa dalam ketakutan, pernah berseru-seru dari kayu salib, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?" Berarti kita tentunya juga diperbolehkan merasa ragu. Tapi kita mesti jalan terus. Memilih keraguan sebagai falsafah hidup sama halnya memilih kemandekan sebagai sarana transportasi.' (Yann Martel, Life of Pi)

Published with Blogger-droid v2.0.9

Saturday, December 1, 2012

Forgive my words, can't help it!

Isu lama RI vs Malaysia: Jangan mau diadu domba?

Sebuah percakapan Rahasia Zionis Yahudi:
Jika kamu ingin menghancurkan sebuah wilayah/bangsa, bagaimana kamu melakukanya?
Jawabannya ada 2 cara:
Cara pertama adalah kami datang mengebom daerah itu dan seterusnya, tp itu tidak efisien.
Dan cara yg paling tepat adalah (yg kedua) yaitu membuat mereka menghancurkan dirinya sendiri dengan memecah belah satu sama lain, lalu kami memberikan dukungan pada keduanya dan memiliki agen di kedua belah pihak yang memanas-manasi keduanya, sehingga mereka saling menghina, menyakiti, membunuh dan menghancurkan satu sama lain, ketika mereka berdua hancur maka kamilah pemenangnya.)

Sahabatku sampai saat ini INDONESIA dg ISLAM & PANCASILA-ny terlalu kuat tuk dipecah belah oleh ZIONIS, namun tetap ada celah yg menjadi sisi strategis bagi mereka tuk mudah menghancurkan kita!
yaitu MEMBUAT KITA TERPENGARUH TUK MEMERANGI SAUDARA KITA SENDIRI MALAYSIA dengan membuat isu-isu palsu dan keributan yg dibuat-buat sehingga menimbulkan kebencian antara kita,

Sahabatku cukuplah Iraq, Afganistan, Yaman, Suriah yg menjadi korban dari ADU DOMBA ZIONIS! Jangan sampai INDONESIA dan MALAYSIA jadi korban berikutnya!!!
Tolong jangan bantu ZIONIS tu memperlancar aksinya dg menebar isu-isu palsu ..
Jika INDONESIA -MALAYSIA bersatu disitulah kekuatan ASIA MUSLIM TERBESAR DIDUNIA.
Katakan pada DUNIA bahwa :
KITA TAK MUDAH DI ADU DOMBA!!!
Forward BC ini demi kedamaian bagi anak- cucu kita!!!
Wallahu a'lam
(Saatnya Negara Islam Menyatu)
(Anti ZIONIS)

Penggalan di atas rasanya sudah familiar ya? Ada juga yang membahas tentang perusakan moral pemuda-pemudi muslim lewat budaya barat, dan isu-isu sejenis lainnya.
Oke.. terlepas dari secanggih apa pun konspirasi-konspirasi Zionis itu.. Pikiran saya yang sederhana ini suka kesal dengan berita-berita senada penggalan di atas. Maksud saya, nah itu udah tau skenarionya mereka, sudah tau maksudnya apa, trus kenapa kita masih juga terhasut dengan isu tersebut? Sama aja kaya kita lagi jalan, trus tau-tau ada di depan kita ada papan peringatan, 'Awas di depan ada lubang!', papan itu kita baca, kita tau artinya, tapi kita tetep aja merelakan diri menginjak lubang itu.. What the ****?!?!
Hal lain yang bikin saya sebel adalah.. dengan begitu, rasanya kita seakan-akan berlepas diri dari tanggung jawab dan konsekuensi dari perbuatan-perbuatan buruk yang kita lakukan. 'Oh, saya berbuat buruk karena saya dihasut sama Zionis, ini salah mereka, bukan salah saya!' Duh...another what the ****!!

Published with Blogger-droid v2.0.9