threshold
• n 1: the starting point for a new state or experience; "on the threshold of manhood"
• 2: the smallest detectable sensation [syn: {limen}]
• 3: the entrance (the space in a wall) through which you enter or leave a room or building; the space that a door can close; "he stuck his head in the doorway" [syn: {doorway}, {door}, {room access}]
• 4: the sill of a door; a horizontal piece of wood or stone that forms the bottom of a doorway and offer support when passing through a doorway [syn: {doorsill}, {doorstep}]
• 5: a region marking a boundary [syn: {brink}, {verge}]
Biar keren, pake istilah threshold :p, klo di Bahasa Indonesia, maksudnya nilai ambang. Sederhananya sih suatu nilai maksimum yang dapat diterima atau masih mampu ditoleransi oleh diri kita. Misalnya nih, ada ambang kepedasan, berapa Scofield (=indeks kepedasan klo ga salah) yang mampu ditoleransi oleh lidah kita, trus ada juga ambang rasa sakit, dst.
Nilai ini bisa berupa rentang yang sempit atau lebar, yang asalnya udah bawaan lahir atau pun bisa juga ditingkatkan berkat latian dan paparan terus-menerus. Contoh lagi, kalo masih kecil ngga kuat makan pedas, makin besar jadi lebih bisa menerima makanan pedas, sama kaya setelah latian beberapa lama, tubuh jadi sedikit lebih lentur dan fleksibel, sehingga jadi lebih mampu mengatasi tegangan (stressor :p).
Jadi kaya desensitisasi ya?! Apa ini sesuatu yang baik? Maksud saya, apa ini ngga membuat diri kita jadi 'bebal' gitu ya? Misalnya, karena kita terbiasa berada di lingkungan dengan atasan atau rekan kerja pemarah, apa kita jadi lebih cuek dan ngga terlalu sensitif lagi, sehingga saat ada yang marah, kita jadi menganggap biasa aja. Atau.. kalo terbiasa dengan kebohongan, apa lama-lama kita jadi terbiasa dan menerima suatu kebohongan sebagai sesuatu yang wajar?
*pikiran-kacau-terilhami-memar-produk-latian-yang-baru-muncul-lagi-setelah-sekian-lama :p
No comments:
Post a Comment