Beberapa hari yang lalu, dalam salah satu peristiwa langka membaca surat kabar, saya membaca satu artikel tentang Jawa Barat yang menjadi salah satu provinsi (selain DKI Jakarta dan NAD) yang menjadi tempat uji coba atau semacam percontohan penerapan SJSN. Jadi inget deh, hutang saya cerita soal SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial).
Landasan yuridis dari SJSN adalah UU No. 40 tahun 2004, sementara landasan filosofisnya adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Semangatnya berasal dari ideologi bahwa jaminan sosial adalah hak konstitusional setiap orang dan wujud tanggung jawab negara. Lihat deh di UUD 1945 pasal 34 ayat 2: 'Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.'; dan pasal 28H ayat 3: 'Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.' [OOT, beneran deh, bahasa undang-undang tuh ngga jelas banget ;p].
Menurut Konvensi ILO 102 Tahun 1952, standar minimal Jaminan Sosial meliputi tunjangan kesehatan, tunjangan sakit, tunjangan pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecacatan, dan tunjangan ahli waris.
SJSN terdiri atas lima program. Program jaminan kesehatan saat ini dikelola oleh PT Askes, sementara empat program lainnya (program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan hari tua, dan program jaminan pensiun) dikelola oleh PT Jamsostek. Paling lambat 01 Januari 2014 nanti, PT Askes akan bertransformasi sebagai BPJS I, dan PT Jamsostek menjadi BPJS II.
Ide besarnya adalah azas kemanusiaan, keadilan sosial, dan manfaat untuk SELURUH rakyat Indonesia.
Kemarin sih bahasannya lebih spesifik ke BPJS I, tapi sepertinya prinsip-prinsip dasarnya sama saja, antara BPJS I dan II, yaitu keanggotaannya wajib untuk semua anggota masyarakat, dan portabilitas (=pelayanan dapat dilakukan di mana saja).
Apa sih perbedaannya dengan saat ini? Saat ini, ada yang namanya asuransi sosial (Askes) dan komersial. Metode pembiayaannya sendiri berasal dari dana pribadi (untuk yang mampu, bisa ikutan asuransi kesehatan) atau berdasarkan pajak.
Konon, saat ini, sistem Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) hanya mencakup masyarakat miskin/tidak mampu, yang jumlahnya tampak bertambah banyak. Puluhan juta masyarakat ini ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah (cerita idealnya). Dari mana pemerintah mendapat dana? Dari pendapatan pajak itu tadi, di APBN, cmiiw :).
Di 2014 nanti, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip gotong royong/subsidi silang, kepesertaan yang wajib, pengelolaan nirlaba, dan iuran sesuai persentase penghasilan.
Pada pelaksanaannya, ada tiga pihak yang terlibat; BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan, dan Peserta.
Interaksinya berbentuk segitiga:
Fasilitas Kesehatan (Faskes) adalah rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek, dan lainnya (ngga disebutkan apa lagi).
Jadi, di masa yang akan datang, kita-masyarakat-tidak akan melakukan pembayaran langsung untuk pelayanan kesehatan Faskes, tagihan disampaikan ke BPJS.
Pada dasarnya, kalo boleh disampaikan dengan sederhana, SJSN adalah perluasan dari Jamkesmas, di mana keanggotaannya tidak hanya mencakup masyarakat tidak mampu, melainkan seluruh masyarakat Indonesia.
Pelayanan kesehatan yang diprioritaskan adalah pelayanan primer, dimana kuantitasnya paling besar dan biayanya terjangkau. Tampak njelimet ya? Intinya sih, mungkin, revitalisasi pelayanan kesehatan di Puskesmas, ada yang namanya penapisan atau bahasa kerennya screening. Suatu kasus ditangani di penyelenggara pelayanan kesehatan (PPK) primer terlebih dahulu, kemudian dirujuk ke PPK sekunder bahkan ke PPK tersier, bila diperlukan. Jadi, diharapkan tidak akan terjadi penumpukan pasien di rumah sakit, yang mungkin sebetulnya bisa atau cukup ditangani di PPK Primer.
Bersambung yaaa… (semoga :D)