Saturday, May 25, 2013

(tidak) berhenti baca NGI!!

Satu lantai di bawah mesjid kantor ada kafetaria yang dikelola koperasi, para penjaja makanan di sini adalah karyawan atau keluarga karyawan atau kenalan karyawan (kayanya) yang lagi belajar berwirausaha. Biar adil, beberapa waktu yang lalu ada semacam pergantian atau rotasi pengelola, jadi stand makanannya ada yang berganti. Sekarang jadi lebih variatif. Salah satu stand yang baru  menyajikan hidangan laut.
Suatu siang, temen saya mencoba menu Kerapu Woku dari stand ini. Saat itu saya jadi teringat kembali dengan kisah hidangan bahari di NGI. Trus, jadi cerita deh gimana susahnya kehidupan para ikan di perairan Indonesia, bagaimana kita memiliki tanggung jawab untuk ikut berperan serta dalam pelestarian spesies-spesies ikan laut yang semakin terancam keberlangsungan hidupnya.
Lebih jauh lagi.. cerita juga bagaimana dengan pola konsumsi manusia yang kurang efisien. Misalnya nih.. Kalo dihitung energinya, makan sayur lebih ramah lingkungan dan hemat energi dibandingkan dengan makan daging sapi, dihitung dari berapa banyak lahan yang diperlukan untuk memelihara sapi dibandingkan menanam sayur, jumlah air yang digunakan, dst. Yang jelas sih, semakin panjang rantai produksi bahan konsumsi, maka semakin banyak energi yang dibutuhkan, dan itu artinya efisiensi energinya menjadi semakin kecil.
Semakin jauh lagi, bahkan konsumsi sayuran pun memiliki konsekuensi bagi lingkungan. Kata kunci: pupuk. Tapi ini lain cerita sih. Konon, pemakaian pupuk yang berlebihan menyebabkan perubahan pada kesetimbangan ekologi dunia. Pupuk organik adalah yang terbaik, meskipun tetap saja, ada hitung-hitungan yang harus ditaati untuk meminimalkan dampak lingkungan.
Hmfh...semakin bercerita, semakin mengerikan dan mencemaskan saja yaa..
Lantas, teman saya kemudian bertanya: jadi makanan apa yang sebaiknya kita konsumsi? Entahlah.. Yang jelas, halal saja tidak cukup, harus baik (thoyyib) juga - bukan hanya baik untuk diri sendiri (maksudnya bermanfaat atau setidaknya tidak merugikan untuk kesehatan), tapi juga baik untuk lingkungan kita :)
Atau..mungkin, berhenti saja baca NG (yang tentu saja TIDAK akan saya lakukan ;p)

Published with Blogger-droid v2.0.10

Friday, May 24, 2013

memulihkan kewarasan di puncak dunia.. i wish!!

Lagi-lagi tentang menggunung... 
Di penghujung bulan ini setahun yang lalu, temen saya membagi link tentang 'hobby climbers' yang menyesaki Everest, artikelnya bisa dilihat di sini. Jujur, saat itu saya terperangah, betapa mudahnya seseorang diizinkan untuk mendaki Everest, bahkan tanpa pengalaman atau latihan yang cukup, asalkan mampu bayar perizinan, bisa melenggang aja gitu.
Everest climbers form a long snaking line up the mountain as they strive to reach the summit
Everest climbers form a long snaking line up the mountain as they strive to reach the summit this spring. Photograph: Ralf Dujmovits - dari www.guardian.co.uk
Bulan ini, berasa de ja vu, NGI bulan Juni yang saya terima beberapa hari lalu memasang foto cover yang senada dengan foto di atas. Edisi ini mengangkat keriuhan di Puncak Dunia ini sebagai salah satu artikel utama.
Keramaian menyumbat Hillary Step pada 19 Mei 2012. Sebagian pendaki mengantre hingga dua jam di dinding batu sejauh 12 meter di bawah puncak ini, sambil kehilangan panas tubuh. Meski demikian, 234 orang mencapai puncak pada hari itu. Empat pendaki meninggal dunia. 
Foto: Subin Thakuri, Utmost Adventure Trekking - dari National Geographic Indonesia
Menurut artikel ini, sejak 1990, tingkat keberhasilan pendaki naik menjadi tiga kali lipat. Tahun 1990 ada 72 orang yang mencapai puncak (18%), tahun 2000 ada 145 orang (24%), berikutnya, di tahun 2012, ada 547 orang yang mencapai puncak (56%). Mencengangkan! 
Mau ngga mau saya jadi berpikir, kok kayanya gampang ya? Semudah itukah mendaki Everest? Ternyata.. ada beberapa alasan, selain prakiraan cuaca yang lebih jitu, juga karena jumlah pemandu yang lebih banyak dan peralatan yang lebih baik. Konon sekarang-sekarang, sekitar 90% pendaki Everest adalah klien berpemandu, yang umumnya tidak memiliki keterampilan mendaki. Cukup bayar aja, antara Rp 300 juta hingga Rp 1,2 miliar (buat yang mampu). 
Dua jalur utama yang digunakan adalah South Col/Southeast Ridge (Nepal) dan North Col/Northeast Ridge (Cina), jalur dari Nepal adalah jalur yang lebih populer, tapi ya sama aja katanya, karena terlalu banyak pengunjung, hasilnya adalah kotor dan jorok, banyak pencemaran sampah dan sampah biologis. 

Di artikel ini, ada enam cara yang dipaparkan untuk memperbaiki Everest. Misalnya dengan mengurangi izin, membatasi total pendaki dan Sherpa, dan memperkecil tim ekspedisi, sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas di jalur pendakian. Tapi, katanya... dengan keadaan negara Nepal yang sarat masalah, sepertinya intervensi pemerintah tidak bisa diandalkan, cara yang paling mungkin adalah koordinasi antarsesama operator ekspedisi.
Untuk menurunkan risiko kecelakaan, perlu juga sertifikasi operator untuk memastikan standar keselamatan dan pengetahuan gunung dipenuhi, kemudian memastikan pendaki dan Sherpa memiliki pengalaman dan siap menghadapi tantangan ketinggian gunung.
Selain itu, memastikan bahwa setiap perjalanan tidak meninggalkan jejak dengan menyingkirkan kotoran dan sampah manusia dari gunung, dengan sanksi bagi yang tidak patuh; dan menyingkirkan jasad, karena penghormatan tidak hanya bagi yang sudah meninggal, tapi juga bagi yang masih hidup, yaitu yang bertemu dengan jasad di jalur utama.

Oh ya, ada juga Conrad Anker disebut-sebut di sini, ternyata beliau dan istrinya memiliki pusat pelatihan untuk para Sherpa pemandu di Tibet sana. Masih inget kan?!

Aah..jadi kangen menggunung :D tapi.. sekarang-sekarang, entah kenapa, kayanya saya ngga senekat dulu dan ngga yakin masih mampu melakukan perjalanan menggunung.. 

Monday, May 20, 2013

SJSN dan BPJS - seriusan niih ;p

Beberapa hari yang lalu, dalam salah satu peristiwa langka membaca surat kabar, saya membaca satu artikel tentang Jawa Barat yang menjadi salah satu provinsi (selain DKI Jakarta dan NAD) yang menjadi tempat uji coba atau semacam percontohan penerapan SJSN. Jadi inget deh, hutang saya cerita soal SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial). 

Landasan yuridis dari SJSN adalah UU No. 40 tahun 2004, sementara landasan filosofisnya adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Semangatnya berasal dari ideologi bahwa jaminan sosial adalah hak konstitusional setiap orang dan wujud tanggung jawab negara. Lihat deh di UUD 1945 pasal 34 ayat 2: 'Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.'; dan pasal 28H ayat 3: 'Setiap orang berhak atas Jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.' [OOT, beneran deh, bahasa undang-undang tuh ngga jelas banget ;p]. 
Menurut Konvensi ILO 102 Tahun 1952, standar minimal Jaminan Sosial meliputi tunjangan kesehatan, tunjangan sakit, tunjangan pengangguran, tunjangan hari tua, tunjangan kecelakaan kerja, tunjangan keluarga, tunjangan persalinan, tunjangan kecacatan, dan tunjangan ahli waris. 

SJSN terdiri atas lima program. Program jaminan kesehatan saat ini dikelola oleh PT Askes, sementara empat program lainnya (program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan hari tua, dan program jaminan pensiun) dikelola oleh PT Jamsostek. Paling lambat 01 Januari 2014 nanti, PT Askes akan bertransformasi sebagai BPJS I, dan PT Jamsostek menjadi BPJS II. 
Ide besarnya adalah azas kemanusiaan, keadilan sosial, dan manfaat untuk SELURUH rakyat Indonesia. 

Kemarin sih bahasannya lebih spesifik ke BPJS I, tapi sepertinya prinsip-prinsip dasarnya sama saja, antara BPJS I dan II, yaitu keanggotaannya wajib untuk semua anggota masyarakat, dan portabilitas (=pelayanan dapat dilakukan di mana saja). 
Apa sih perbedaannya dengan saat ini? Saat ini, ada yang namanya asuransi sosial (Askes) dan komersial. Metode pembiayaannya sendiri berasal dari dana pribadi (untuk yang mampu, bisa ikutan asuransi kesehatan) atau berdasarkan pajak. 
Konon, saat ini, sistem Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) hanya mencakup masyarakat miskin/tidak mampu, yang jumlahnya tampak bertambah banyak. Puluhan juta masyarakat ini ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah (cerita idealnya). Dari mana pemerintah mendapat dana? Dari pendapatan pajak itu tadi, di APBN, cmiiw :). 

Di 2014 nanti, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip gotong royong/subsidi silang, kepesertaan yang wajib, pengelolaan nirlaba, dan iuran sesuai persentase penghasilan. 
Pada pelaksanaannya, ada tiga pihak yang terlibat; BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan, dan Peserta. 
Interaksinya berbentuk segitiga: 
Fasilitas Kesehatan (Faskes) adalah rumah sakit, dokter praktek, klinik, laboratorium, apotek, dan lainnya (ngga disebutkan apa lagi). 
Jadi, di masa yang akan datang, kita-masyarakat-tidak akan melakukan pembayaran langsung untuk pelayanan kesehatan Faskes, tagihan disampaikan ke BPJS. 


Pada dasarnya, kalo boleh disampaikan dengan sederhana, SJSN adalah perluasan dari Jamkesmas, di mana keanggotaannya tidak hanya mencakup masyarakat tidak mampu, melainkan seluruh masyarakat Indonesia. 

Pelayanan kesehatan yang diprioritaskan adalah pelayanan primer, dimana kuantitasnya paling besar dan biayanya terjangkau. Tampak njelimet ya? Intinya sih, mungkin, revitalisasi pelayanan kesehatan di Puskesmas, ada yang namanya penapisan atau bahasa kerennya screening. Suatu kasus ditangani di penyelenggara pelayanan kesehatan (PPK) primer terlebih dahulu, kemudian dirujuk ke PPK sekunder bahkan ke PPK tersier, bila diperlukan. Jadi, diharapkan tidak akan terjadi penumpukan pasien di rumah sakit, yang mungkin sebetulnya bisa atau cukup ditangani di PPK Primer. 

Bersambung yaaa… (semoga :D)

Saturday, May 18, 2013

Caper Bukittinggi: Random Things


Ada banyak hal yang saya lihat atau amati atau temui di perjalanan Bukittinggi kemarin. Ada beberapa hal yang menurut saya menarik.. Menurut saya loh ya, ngga tau kalo menurut kamu ;p

Pertama.. Kami (saya dan teman-teman seperjalanan) menyadari ketiadaan minimarket waralaba yang merajalela itu loh.. Entah Alfamart atau Indomaret, keduanya tidak kami temukan di sepanjang perjalanan dari bandara, di jalan menuju Painan di Pesisir Selatan, hingga Bukittinggi, Payakumbuh, Padangpanjang, dsb.
Minimarket yang ada adalah minimarket bermerek personal, toko-toko kelontong dengan keunikan masing-masing. Senang rasanya menemukan variasi dan terbebas dari kesan uniformitas tampilan waralaba ;p
Menurut teman saya, di Sumbar sepertinya memang tidak ada waralaba minimarket, mungkin saja memang tidak diperbolehkan atau mungkin penduduknya yang menentang. Dan kemudian, saya jadi inget, rasanya waktu ke Medan dsk. saya juga ngga menemukan keberadaan minimarket, ngga yakin juga sih, soalnya waktu itu saya ngga begitu memperhatikan.

Kedua.. Di sekitar Bukittinggi, seperti di kota-kota lain, selain ada SPBU besar, ada juga kios-kios pengisian BBM untuk sepeda motor. Yang menarik, formatnya seragam, BBM-nya ditampung di dalam suatu tabung transparan berbentuk seperti syringe besar berskala, nama generik kios-kios ini adalah Pertamini. Ini khas Sumbar atau di daerah lain di Sumatra juga begini ya? Tadinya sih saya sudah niat mau memotret salah satu Pertamini ini, tapi kelupaan sampe pulang. 

Ketiga.. Saya mendapati nilai-nilai kekeluargaan orang Minang yang sangat erat, ngga tau ya, tapi rasanya saya ngga mendapati  hal-hal seperti ini di keluarga Sunda, yah setidaknya di keluarga saya (atau mungkin keluarga saya aja yang anomali ;p).

Keempat.. Di suatu persimpangan yang kami lewati, saya melihat sebuah reklame raksasa produk rokok. Berhubung iklan produk ini tidak diperbolehkan menampilkan gambar produknya, biasanya gambar atau tulisannya ya ngga begitu nyambung sama produknya. Di reklame yang ini, tulisannya keren deh, saya sih baru liat versi ini, tulisannya.. TERIKAT KEBEBASAN. Dalem banget ya?! Ya mungkin frekuensinya lagi sama dengan gelombang otak saya, jadinya tulisan itu terasa mengena, hehe.. Jadi mikir deh :)
Apa sih kebebasan itu? Menurut KBBI, kebebasan artinya keadaan bebas; kemerdekaan. Sementara, bebas berarti, (1) lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dsb., sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dsb., dengan leluasa; (2) lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut., dsb.); (3) tidak dikenakan (pajak, hukuman, dsb.); (4) tidak terikat atau terbatas oleh aturan, dsb.; (5) merdeka (tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing).
Melihat definisi keempat, maka 'terikat kebebasan' berarti terikat oleh ketidakterikatan :D Keren ya taglinenya? Gimana ya ngejelasinnya.. Hal ini membuat saya berpikir, kadang-kadang saya merasa ingin bebas dan akan merasa bahagia dengan kebebasan tersebut. Kemudian, setelah terbiasa bebas, suatu batasan yang ditemui akan membuat saya merasa terikat, padahal seharusnya, inti dari kebebasan itu adalah keterlepasan dari ketergantungan pada kondisi bebas atau tidak bebas. Maka, saat kita merasa suatu batasan mengganggu kebebasan kita, itu sesungguhnya berarti kita tidak bebas lagi, karena kita sudah terikat dengan kebebasan ;p
Mestinya… bebas ya bebas, bebas terikat ataupun tidak. Saat kita terikat kebebasan, maka sesungguhnya kebebasan itu sudah lenyap, kata saya sih :D


Sunday, May 12, 2013

oleh-oleh dari ranah minang ^_^

Menjelajah Bukittinggi dan sekitarnya... (semoga cerita lengkapnya segera menyusul :D)
Pemandangan dari Puncak Bukit Langkisau di Pesisir Selatan
Pantai Carocok - Pesisir Selatan 
Di Puncak Lawang
Danau Maninjau dari Puncak Lawang
Jam Gadang
Jembatan Limpapeh (menghubungkan Fort de Kock dan Kebun Binatang Bukittinggi)
Air Terjun Sarasah Murai di Lembah Harau
Salah satu tebing granit di Lembah Harau
Istana Pagaruyung
Rangkiang (lumbung padi) di Istana Pagaruyung
Air Terjun Lembah Anai

Tuesday, May 7, 2013

sindrom praperjalanan

Tersebutlah pada esok lusa perjalanan penting akan ditempuh, seperti biasanya..beberapa hari sebelumnya gejala-gejala tertentu mulai muncul, misalnya agak sulit tidur, cemas berlebihan yang terbawa tidur hingga mimpi agak buruk bangun kesiangan dan ketinggalan kereta/bus/pesawat/atau moda apa pun yang akan dipakai ;p
Selain itu, muncul juga kebingungan persiapan barang bawaan, takut ini-itu ketinggalan.. Kadang suka mules-mules juga..
Alhamdulillah sejauh ini kecemasan-kecemasan ini tidak pernah mewujud. Satu hal yang biasanya lumayan membantu adalah tidur di awal malam sejak beberapa hari sebelum pergi (ga masalah, yang masalah adalah ngatur waktu bangun :D), buat daftar barang-barang yang harus dibawa, sebisa mungkin, kalo bisa disiapkan dari awal ya segera disiapkan (dilarang berkemas-kemas mepet jadwal pergi ;p), menghindari konsumsi makanan dan minuman yang mungkin menstimulasi pencernaan, misal makanan pedas atau kopi. Apalagi ya?! Yang terpenting, berdoa!! :)
Bon voyage!! Selamat liburan!! (meskipun masih ada satu hari kerja lagi yang harus dilewati, hehe)

Published with Blogger-droid v2.0.10

Thursday, May 2, 2013

bersama para sejawat

Kejutan seru (iya gitu ya?! :D) awal bulan ialah ketika di suatu pagi mendadak ditanyai NIK (nomor induk karyawan) untuk pembuatan SPPD (surat perintah perjalanan dinas) buat keesokan harinya. Loh? Ngapain? Ceritanya jadi salah satu utusan untuk ikut acara seminar nasional farmasi, judul seminarnya adalah Positioning Apoteker dalam Penjaminan Cost-effectiveness Pengobatan di Era SJSN (SJSN = Sistem Jaminan Sosial Nasional). Dari judulnya saja saya sudah merasa bahasannya tampak melangit, mau ngga mau membuat saya lagi-lagi merasa sebagai apoteker murtad ;p 
Kalo berminat baca lebih lanjut, materi-materinya bisa diunduh di sini.

Tapi kalo mau tau cerita-cerita ngga pentingnya, ya silakan baca terus :D
Acaranya dimulai jam setengah 9 pagi, registrasi mulai jam 8, maka rombongan utusan berangkat dari Bandung jam 5 pagi, sampe dibela-belain sholat Subuh di mesjid kantor. Udah lama ngga keluar subuh, jadi terkesan lagi dengan kesenyapan jalan, keramaian yang baru dimulai dan kesibukan yang sudah dimulai di pasar. Seruuu!! Udara juga masih adem, rasanya jadi tergoda buat sering jalan kaki di waktu subuh, tapi mengingat ketidakmampuan saya untuk menolak kehangatan matras, kayanya godaan itu hanya akan berlalu begitu saja :D
Berangkat jam 5 lewat, perjalanan kami lancar-lancar saja hingga sampai di tol dalam kota, sedang menyimak obrolan seru, mendadak mobil kami diminta untuk berhenti oleh sebuah mobil patroli polisi. Ternyata... yah, mobil yang kami tumpangi masih baru, belum ada STNKnya, dan plat mobilnya kelihatan bukan resmi ;p (off the record ya, jangan bilang-bilang saya cerita). Hal yang lucu adalah, karena STNK belum ada, dari Polda biasanya ada surat keterangan untuk menjelaskan bahwa surat-surat kendaraan ybs. ada di Kepolisian, nah, surat keterangan ini (sama dengan surat keterangan lainnya yang ngga pernah dibaca secara seksama) dianggap sebagai pengganti STNK oleh pengemudi kami dan atasannya. Padahaal.. pas dibaca, terang sekali di surat itu dinyatakan bahwa: (1) surat keterangan itu tidak berlaku sebagai pengganti STNK, dan (2) surat keterangan hanya berlaku di daerah Polda Jabar. Kesalahannya jelas banget ya? Sampe-sampe pengemudi kami, yang menurut pengakuannya, belum pernah sekali pun berhasil di-tilang (karena kegigihannya untuk selalu ngeles), menjadi kehabisan kata-kata ;p Maka.. Ya gitu deh, setelah diskusi alot, sang polisi bersikukuh untuk menahan mobil kami di kantor polisi dan mencabut SIM pengemudi kami, sang pengemudi yang mencari cara untuk meloloskan diri, dan akhirnya sejumlah rupiah berpindah tangan. Hmmphh.. setelahnya, pengemudi kami yang jengkel, berniat mengadukan sang polisi yang ternyata masih mau diajak damai ;p Padahal sebetulnya sang polisi sudah keukeuh juga kok mau tetep menilang. Jadi bingung juga yah, kalo mau menyalahkan polisi karena mau disuap, karena sebenarnya juga kami salah dan mencari cara untuk damai di tempat, semata-mata karena alasan kepraktisan. Jadiii... seperti kata bang napi, kejahatan terjadi bukan karena hanya ada niat, tetapi juga karena ada kesempatan.

Oke.. drama berlalu, kami tiba di lokasi seminar tanpa keterlambatan, acaranya belum dimulai :) Acaranya di Hotel Bidakara, celingak-celinguk, banyak bapak dan ibu senior.. sepertinya pada umumnya beliau-beliau ini termasuk sejawat-sejawat apoteker yang konsisten dan berada di jalan yang benar. Sempat bertemu dengan beberapa dosen pengajar, yang saya yakin mereka ngga inget-inget banget, tapi mungkin agak-agak hafal dengan muka, jadi ya sempat menyapa sedikit..

-bersambung-

*berikutnya mungkin akan bercerita sedikit soal SJSN itu.. MUNGKIN!!


metode baru ;p

Menemukan hal baru memang menyenangkan yaa, betapa pun kecil dan mungkin ngga penting-penting amat :D

Lihat satu entri di KBBI: canggih 

Ada enam makna untuk kata tersebut; 1 banyak cakap; bawel; cerewet; 2 suka mengganggu (ribut); tidak dalam keadaan yang wajar, murni, atau asli; 4 Tek kehilangan kesederhanaan yang asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang; 5 banyak mengetahui atau berpengalaman (dalam hal-hal duniawi); 6 bergaya intelektual

Nah, jadi kalo ada yang bilang canggih, mesti yakinkan dulu, maksudnya makna yang nomor berapa, siapa tau itu metode baru buat ngatain cerewet atau ribut :D