Setelah lama, baru posting lagi, kemana aja?? Ngga kemana-mana sih, memang lagi ngga ada ide aja – seperti biasa, padahal tadinya saya meniatkan akan mencanangkan program setidaknya satu posting satu hari. Susah ternyata... dulu kata pengajar saya di klabnulis, jadikan menulis itu kebutuhan, seperti bernafas.. tapi kan beda ya?! Saya ngga akan mati kalau saya ngga nulis. Oh, mungkin maksudnya kemampuan menulisnya yang mati, kiasan, bukan harfiah – silly me :D
Soal program atau rencana atau resolusi atau apapun sebutannya, saya ngga begitu senang menerapkannya. Kebalikan dengan kalimat bijak yang mengatakan ‘gagal berencana berarti merencanakan kegagalan’ (yang menurut saya sebenernya itu kan udah terhitung berencana juga, kan?), saat saya berencana, biasanya justru saya sendiri yang akan menggagalkan rencana itu, istilah kerennya ‘self-fulfilling prophecy’. Tau kan, contoh sederhananya (versi saya), dulu pas zaman kuliah ngga begitu suka dengan statistik, eh, ternyata pas kerja tetap mesti berurusan sama statistik, atau kalo mau pergi dan perencanaannya lama, biasanya malah ngga jadi pergi sama sekali. Jadi, kata-kata bijak di atas, kalo buat saya kayanya ngga berlaku, versi yang saya banget adalah ‘merencanakan berarti (akan) gagal melaksanakan’.
Eh, tapi kalo dipikir-pikir, saya juga masih tercakup dalam kata-kata bijak yang pertama, karena gagal berencana berarti merencanakan kegagalan, sedangkan saya cenderung menggagalkan rencana. Berarti saat saya tidak berencana, maka saya merencanakan kegagalan, yang artinya saya akan gagal merencanakan kegagalan. Pertanyaannya, apakah gagal untuk gagal itu sama dengan berhasil?! Atau apakah gagal itu sama dengan tidak berhasil?! Kalo rencananya gagal, berarti berhasil juga kan?! Berhasil untuk gagal :D
Jadi…. seberapa pentingkah berencana itu?! Kalo di pelatihan kemarin, dalam manajemen mutu ada yang namanya siklus PDCA (plan-do-check-action). Overall, jika semua bagian itu sama pentingnya, maka itu berarti perencanaan hanya menyumbang 25% dari keberhasilan yang akan dicapai.
Well, sebelum celoteh yang menyesatkan ini bertambah sesat, saya mau cerita hal lain. Waktu pelatihan kemarin, instrukturnya banyak pengalaman bekerja di perusahaan Jepang, jadi sepertinya beliau ini sangat menghayati nilai-nilai yang diterapkan di perusahaan Jepang, yang saya setuju, memang bagus dan logis, dengan kata lain, keren. Yah, saya tau, Indonesia memang banyak celanya, saya juga sering kok mencela, tapi kalo mendengar orang lain yang mencela, kok saya jadi sebel ya?! Mungkin orang lain juga gitu ya kalo menyimak celaan saya tentang negara dan masyarakat kita ini?! Kalo orang lain yang mencela, saya jadi defensif, saya akui kita ini memang banyak sifat nyebelinnya, tapi masa sih ngga ada bagus-bagusnya sama sekali?! Apakah itu artinya celaan dapat membangkitkan rasa kebangsaan (saya)?!
Oh ya, setelah mikir lagi, sepertinya ‘self-fulfilling prophecy’ itu sama aja prinsipnya dengan ‘laws of attraction’, semua datang dari pikiran kita sendiri, saat kita memikirkan sesuatu, maka seluruh alam semesta akan berpadu mewujudkan apa yang kita pikirkan. Dahsyat sekali, ya??!! Kalo gitu, mesti hati-hati dengan apa yang kita pikir kita inginkan.
Ada satu cerita sang instruktur yang keren menurut saya, masih soal orang Jepang. Beliau bilang, orang Jepang tidak menciptakan sesuatu (mobil, motor, ponsel, kamera, dsb., bukan ciptaan orang Jepang), tetapi mereka memperbaiki, dan kemudian pada akhirnya menguasai. Wah, kok mirip slogan Julius Caesar: veni, vidi, vici (dibaca: weni-widi-wici) – I came, I saw, I conquered.
Baiklah, semakin ngga jelas nih..
Burung irian burung cendrawasih, cukup sekian dan terima kasih :D
Apa kabar..apakah ini teh neti ? :)
ReplyDeleteBaik opik,, menurut lo?? *gaya alay ;p
Deletega tau,, saya bukan dukun yang tau siapa orang di balik blog ini :))
Delete