Sunday, June 24, 2012

Caper Lawu-Sangiran (bagian 2)

Supaya begadang malam ini produktif, kita lanjutin catatan perjalanan Lawu-Sangiran bagian pertama ya.

Dari Watu kandang, perjalanan dilanjutkan ke area Tawangmangu, ke air terjun Grojogan Sewu (GS), sekaligus lokasi penginapan kami. GS memiliki dua loket masuk yang terpisah sekitar 500 m, kalo ngga salah. Kami tiba di depan loket masuk satu menjelang jam empat sore, bapak petugas loket awalnya menolak untuk mengizinkan kami masuk, soalnya setengah jam lagi - setengah lima, objek wisata ini akan tutup. Bagaimana pun juga, kami sudah jauh-jauh ke sini, jadi, setelah diplomasi sedikit dan meminta salah satu petugas untuk menemani, kami diizinkan masuk. Harga tiketnya per orang enam ribu rupiah untuk wisatawan domestik dan sembilan belas ribu rupiah untuk wisatawan asing. Kalo bawa anak di bawah lima tahun, anaknya bisa masuk gratis. 


Gerbang Grojogan Sewu


Nego di loket masuk
 
Melewati loket, kami mulai menuruni tangga menuju lokasi air terjun. Anak tangganya lumayan nyaman, jaraknya pas dan tidak begitu curam, meskipun setelah beberapa lama, saya mulai bertanya-tanya kapan tangga ini akan berakhir, karena setelah setiap belokan, saya hanya akan menemukan anak tangga lagi, dst. Di sini juga ada monyet-monyet liar, ukurannya tidak terlalu besar, jadi tidak terlalu menakutkan. Mereka tidak begitu mengganggu dan tampak tidak terganggu juga dengan keberadaan pengunjung.


Peringatan untuk penunjung


Monyet di tangga turun 

Setelah sekitar sepuluh menit (yang terasa lama), akhirnya tanda-tanda visual air terjun mulai muncul. Air terjun ini tingginya sekitar 81 meter, ngga jelas juga kenapa namanya GS, mungkin orang kita memang senang melebih-lebihkan untuk mengundang rasa ingin tau (tampaknya budaya lebay sudah ada sejak zaman dahulu :D). Hal yang istimewa dari air terjun ini adalah tebingnya. Seperti kita tau, pada umumnya air terjun merupakan ujung dari aliran lava gunung berapi. Nah, begitu pula dengan GS, kemungkinan GS ini merupakan ujung dari aliran lava Gunung Lawu Purba (maaf kalo salah ;p). Kebayang ngga sih? Tinggi air terjun 81 meter sama dengan ketebalan lava? Tebingnya ini terdiri atas kekar kolom (kalo ngga salah lagi :p), yaitu aliran lava yang membeku pada waktu yang berbeda dan kemudian membentuk semacam kolom raksasa, bisa segi empat, segi lima atau segi enam. Kalo di sini, kolomnya horizontal, jadi di tebingnya akan terlihat segi empat atau segi lima yang bertumpukan. Antara kolom-kolom ini terdapat celah yang memungkinkan kolom-kolom ini mengalami pelapukan - karena kontak dengan udara, dsb. Dalam jangka waktu lama, bisa saja pelapukan yang terjadi menyebabkan batuan ini tidak mampu mempertahankan keutuhan strukturnya dan kemudian terkikis, menjatuhkan bongkahan batuan ke dasar air terjun. Bukti nyata, kami melihat batuan berbentuk persegi di aliran sungai. Demi alasan inilah, pengunjung tidak diperbolehkan mendekati dasar air terjun dan area tebing di sekitarnya. Lagi pula, karena cukup tinggi, dari jauh pun percikan airnya sudah dapat kita rasakan tanpa perlu repot-repot mendekat.


Inilah Grojogan Sewu!


Kekar kolom horizontal


Potongan kolom yang terlepas berbentuk segi empat

Menjelang setengah lima, kami pun memulai perjalanan keluar, perjalanan menuruni ratusan anak tangga tadi akan dilengkapi oleh perjalanan menaiki ratusan anak tangga lainnya. Pas setengah lima, ada sirene dan peringatan lewat pengeras suara dari petugas supaya pengunjung segera meninggalkan lokasi. Tangga turun dan tangga naik berbeda, jadi di saat rame, ngga akan ada kemacetan pengunjung. Pinter juga ya pengelolanya? Durasi naik tangga hampir sama dengan turun, sekitar sepuluh menit. Menjelang akhir, kita akan disambut tulisan yang menerangkan kalo tangga turun dan naik jumlahnya ada 1.250 anak tangga. Percaya saja lah, ngga usah diverifikasi dengan ngitung ulang. Tepat di depan saya, ada bapak penjual minuman yang akan keluar juga, bapaknya berkaki satu, beliau memegang tongkat di tangan kanan dan tangan kirinya memegang boks tempat jualannya yang dia letakkan di atas kepala, malu rasanya untuk berbangga karena naik-turun 1.250 anak tangga.



Di seberang pintu masuk ke GS adalah rumah penginapan kami. Setelah mengambil barang dari mobil, masuk kamar dan mandi, kami makan malam. Menunya disediakan oleh warung makan yang ada tepat di depan rumah, harganya lumayan murah dan menunya juga cukup bervariasi. Menu yang cukup unik adalah sate landak, beberapa peserta mencoba menu ini, saya sih ngga, karena saya termasuk omnivora selektif (kalo ada yang wajar, kenapa harus ekstrim?) :D Maka, saya akhirnya memilih untuk memesan semangkuk nasi soto dan segelas kopi berkrim dan bergula sebagai persiapan untuk mengikuti kuliah malam :)


Menu makan malam: nasi soto ayam


Daftar menu 

Wah, masih bersambung ternyata... :D

No comments:

Post a Comment