Monday, December 19, 2011

Caper Semeru – edisi nostalgia (bagian 1)


Menjelang akhir tahun 2009, di saat sedang amat sangat bukan kepalang bosan dengan rutinitas pekerjaan yang monoton dan nyaris menjerumuskan saya menjadi pekerja magabut (makan gaji buta) absolut, saya mengukir sejarah dalam hidup, dengan menginjakkan kaki (disertai anggota tubuh lainnya tentu saja ;p) di tanah tertinggi Pulau Jawa, Semeru, 3.676 mdpl. Sebagai informasi, saat itu di kaki Semeru sedang heboh banjir lahar dingin dan cuaca buruk, sehingga diberitakan bahwa Semeru ditutup dari segala kegiatan pendakian.

Malam tanggal 23 Desember, saya berjodoh bertemu online dengan seorang teman yang akhir-akhir itu sedang semangat merencanakan perjalanan ke sana. Saya tanya soal rencananya itu – yang ternyata tetep jalan, biarpun katanya tujuan perjalanannya jadi cukup sampe Ranu Kumbolo. Sejak sebelumnya, saya udah pengin banget ikut, jadi waktu dia ngajakin, tanpa ragu saya bilang hayu, meskipun ngga punya cukup persiapan, pengalaman, dan peralatan, mengingat perginya tinggal dua hari lagi.

Setelah positif ikut, saya sempet ngintip-ngintip di web soal pendakian ke Semeru. Agak serem juga waktu baca keterangan soal beberapa orang yang berpulang di sana. Tapi, saya ditenangkan dengan keterangan lain yang menyatakan kalo kematian ini merupakan risiko yang dapat dihindari selama kita melakukan pendakian secara aman dan mengikuti jalur pendakian yang sudah ada.

Jumat malam, saya dan lima teman, kami berenam (empat laki-laki, dua perempuan) berangkat menuju Malang menggunakan kereta api ekonomi dari Stasiun Kiaracondong. Sebelumnya, kumpul dulu di Mesjid Salman, sekalian briefing seperlunya. Bada Maghrib, kami meluncur di tengah hujan deras menuju Stasiun Kiaracondong. Berhubung belum pernah naik kereta api ekonomi, apalagi yang tujuan Jawa, pengalaman berdesakan dan rebutan tempat duduk jadi petualangan tersendiri. Seruuu!!! Kalo mau tau perjalanan sudah sampe mana, kita bisa tau dari bahasa dan logat bapak-ibu-mas-mbak yang berjualan. Trus, mesti banyak berhenti, soalnya kelas ekonomi pasti harus mengalah dengan kereta kelas bisnis dan eksekutif, Indonesia banget lah pokoknya :p Makanya, perjalanan kereta lumayan lama, tengah malam kami baru sampai di Tasik, di sini saya terbangun dengan aroma mie rebus pake telur yang dimakan oleh bapak-bapak yang duduk di depan saya. Pagi, kami tiba di Yogya, berhenti sebentar di stasiun Lempuyangan, bukan di Stasiun Tugu, di sini kami sarapan nasi pecel yang asli murah banget, trus di Kediri (klo ga salah inget) ganti kereta jurusan Malang, dan sekitar jam 4 sore, tibalah kami di Malang. Dari stasiun, kami naik angkot ke Tumpang, lupa jaraknya seberapa jauh, yang jelas, waktu itu saya berpikir lumayan murah juga tarif angkot di Malang, dibanding tarif angkot di Bandung. Di sini ada satu teman lain yang bergabung, jadilah kami bertujuh menuju Tumpang.

Saat tiba di Malang
Kami tiba di Tumpang sekitar Maghrib atau Isya, belanja-belanja lagi bahan makanan, sholat, trus nungguin temen yang sedang tawar-menawar tarif mobil Land Rover yang akan mengangkut kita ke Ranupani, basecamp untuk naik ke Semeru. Sambil nunggu, kami makan martabak telor yang dibeli temen saya, katanya dalam rangka merayakan ulang tahun saya. Hehe, ketauan deh ;p Saat mencari tempat untuk sholat, kami tiba di depan suatu bangunan mesjid yang cukup megah, tapi lampunya mati dan gerbangnya terkunci. Di sini saya baru tau kalo mesjid ternyata dikunci juga ya?! Soalnya kan kalo di film atau sinetron, musafir yang kemalaman di jalan biasanya tidur di mesjid, wah, naifnya diriku.. Akhirnya, kami sholat di mushola kantor kelurahan yang ada di sebelah mesjid itu, untunglah musholanya ngga dikunci juga :) Di sini (Tumpang, maksudnya), kami juga bertemu dengan rombongan mahasiswa dari UPI yang baru turun gunung, senangnya!! Apalagi diantara mereka terselip dua orang perempuan yang berukuran sama dengan saya dan mendengar cerita mereka yang sukses sampai puncak. Saya pikir, kalo mereka bisa, saya juga pasti bisa dong!! Oh, btw, saat itu saya baru tau bagaimana senangnya ketemu dengan orang sedaerah di daerah lain, soalnya pergi ke daerah lain adalah pengalaman yang baru buat saya :) (ngerti ngga?! Kok bahasanya tampak ribet ya?!)

Usai berkemas ulang (temen saya yang berkemas, soalnya carrier bag-nya paling besar, dan secara sepihak, kami mengangkat dia sebagai penanggung logistik – betul, penanggung, bukan penanggung jawab, ;p Jadi bahan makanan yang baru dibeli mayoritas masuk tasnya dia, hehe – di saat seperti ini saya senang jadi perempuan, emansipasi?? apa itu ya? ;p Lagipula, menurut artikel yang pernah saya baca, beban maksimal yang dibawa seseorang sebaiknya tidak melebihi sepertiga berat tubuhnya – justifikasi kedua ;p), perjalanan dilanjutkan, kali ini naik Land Rover. 

Land Rover yang mengantarkan kami dari Tumpang ke Ranu Pani
Awalnya, kami menempuh jalan yang cukup lebar dan menanjak, di sisi kiri dan kanan jalan samar-samar kami lihat banyak pohon apel (oooh.. apel Malang!!). Jalan terus menanjak, berkelok dan menyempit, setelah sekitar satu jam lebih, kami sampai di Ranupani, bongkar-muat ransel dan menuju satu rumah yang sepertinya berfungsi sebagai penampungan para pendaki. Di rumah itu, ada banyak pendaki yang baru turun atau akan naik (seperti kami) berkumpul, kebanyakan sudah tidur, tapi ada juga yang akan berangkat mendaki saat itu juga. Berhubung kami cukup lelah, kami memutuskan pendakian dimulai besok pagi dan sebaiknya segera tidur saja. Maka, setelah membersihkan diri secukupnya, kami mencari area yang cukup luas untuk tempat tidur, buka sleeping bag, dan tidak sadarkan diri dalam sekejap.

Beginilah kami tidur :)
Keesokan paginya…. Setelah melaporkan diri akan melakukan pendakian dengan membayar biaya asuransi dan menyerahkan salinan KTP, teman saya – yang bertindak sebagai pemimpin tidak resmi, menyampaikan kalo perjalanan ini akan ditargetkan untuk sampai ke puncak. Loh?? Kok bisa, bukannya dilarang? Ternyata, memang dilarang sih, tapi kalo mau sampai di puncak dipersilakan saja sama petugasnya, dengan catatan risiko yang terjadi di luar tanggung jawab dari pengelolan Taman Nasional BTS (Bromo Tengger Semeru) begitu kata petugasnya. Jadi, kami sepakat dan setuju untuk menargetkan sampai puncak. Horeee!!! (sambil deg-degan ;p)
Rute Pendakian Semeru

No comments:

Post a Comment