Friday, December 16, 2011

The Sequel


Membuat sequel ternyata emang susah ya,, pantesan aja film-film sequel rata-rata sulit menyaingi film pendahulunya, ada ekspektasi untuk melebihi pencapaian sebelumnya. Mungkin ini juga alasan Sadeq Hedayat sang penulis The Blind Owl itu bunuh diri - kalo bukan karena depresi duluan. Lupa siy cerita inti buku ini soal apa, tapi saya inget nuansanya memang gelap dan membuat depresi (makanya saya selesaikan cepet-cepet baca buku itu ;p).

Anyway, menyambung racauan sebelumnya..... 


Energi alternatif (maksud alternatif di sini yang asalnya bukan fosil) sebetulnya sudah dimanfaatkan juga kok, tapi mungkin di negara kita masih belum optimal. Misalnya, energi panas bumi. Posisi Indonesia yang ada di antara tiga lempeng (lempeng Eurasia, Pasifik, dan Indo-Australia) membuatnya berada tepat di sabuk gunung berapi, ga cuma satu, tapi dua sabuk.. Keren ya, Indonesia?! Keberadaan gunung api-gunung api ini berarti potensi panas bumi yang besar. Gimana ceritanya? Kalo ga salah inget, begini.. Masih ingatkah lapisan bumi kita? Inti bumi yang amat sangat bukan main superpanas itu menyebabkan lempeng-lempeng ini bergerak, rata-rata 5-12 cm per tahun, atau setebal rambut per hari. Ketika lempeng tersebut bertabrakan, lempeng yang lebih berat, yaitu lempeng Samudra, akan menghujam ke bawah lempeng Benua - yang lebih ringan. Lempeng Samudra ini di kedalaman tertentu akan mencair (meleleh karena tercelup ke mantel bumi) menjadi apa yang kita sebut magma. Magma tersebut bersama uap air dan gas-gas panas akan naik melalui rekahan vertikal pada kerak bumi, dan menjadi lava saat keluar ke permukaan. Makanya, dengan banyaknya gunung api yang kita miliki, cadangan energi panas bumi Indonesia juga melimpah dan baru dimanfaatkan sekitar 20% (klo ga salah) dari total potensi yang ada.



Lanjut soal urbanisasi, kalo buat saya siy ini semacam kesadaran baru. Apakah urbanisasi itu? Menurut KBBI, urbanisasi adalah perpindahan secara berduyun-duyun dari desa (kota kecil, daerah) ke kota besar (pusat pemerintahan), atau perubahan sifat suatu tempat dari suasana (cara hidup, dsb.) desa ke suasana kota. Dulu, zaman sekolah, saya diajari kalo urbanisasi itu nggak bagus, program pemerintah adalah pemerataan penduduk, makanya ada yang namanya program transmigrasi. Dulu kesan yang saya tangkap adalah pemerataan penduduk artinya pemerataan pembangunan. Tapi.. sekarang pikiran saya berubah. Jadi, apakah urbanisasi itu buruk? Logikanya, saat manusia terpusat pada suatu lokasi, maka segala aktivitasnya juga terlokalisasi, kegiatan manusia yang dilakukan terpusat akan meningkatkan efisiensi. Secara mikro, yah bayangin aja, akan lebih mudah kan kalo dari rumah kita tinggal jalan kaki atau naik sepeda ke tempat kerja, ke tempat hang-out, ke tempat makan, ke tempat rekreasi, dsb. Ini juga artinya lebih hemat energi karena kita ga perlu bepergian pake kendaraan yang pastinya berbahan bakar energi fosil itu, yang artinya akan mengurangi polusi udara juga... truuus, lahan yang digunakan juga menjadi lebih minim. Dengan pertumbuhan penduduk seperti sekarang ini, sementara lahannya segitu-segitu aja, sudah saatnya kalo pembangunan kota tidak lagi berbasis mobil, tapi lift!! Selain itu, yang lebih keren lagi, adalah urbanisasi berarti lokalisasi pencemaran juga, jadi area yang terpolusi akan lebih sedikit. Bagus kan?! Ngga percaya? Nah, contoh nyata yang pernah saya baca, program transmigrasi penduduk Jawa ke Sulawesi menyebabkan danau di Sulawesi yang sebelumnya terpelihara menjadi tercemar. Jadi, sebelum ada transmigran, danau itu dikeramatkan, jadi masyarakat dilarang melakukan aktivitas MCK di danau (di sini juga udah ada kebijaksanaan masyarakat dulu, suatu area dinyatakan keramat atau semacamnya, klo dikaji secara ilmiah kan maksudnya konservasi. Tuh kan, orang zaman dulu aja udah ngerti?!). Dan kemudian, datanglah transmigran-transmigran itu – yang kurang dibekali dengan wawasan lingkungan apalagi penghayatan tradisi lokal, mereka yang jelas-jelas punya latar belakang budaya dan tradisi berbeda dengan masyarakat lokal, tentu saja ngga menganggap pelarangan itu. Transmigran taunya mereka akan mendapat rumah dan dua hektar tanah untuk dikelola sesuka hati mereka masing-masing. Alhasil, mereka gunakanlah air danau itu untuk MCK dan aktivitas sehari-hari, maka sang danau pun tercemar dengan sukses.

Nah, bagaimana dengan kenyataan kalo kota besar juga bermasalah, mulai dari pemukiman kumuh, pengangguran, kriminalitas, dsb.? Well, masalah-masalah ini sebenarnya bukan akibat dari urbanisasi, tapi tata kelola kota itu sendiri yang ngga mampu menampung penduduk di dalamnya. Jadi, saat urbanisasi menciptakan masalah, itu artinya ada yang salah dengan penyelenggaraan kota tersebut.

Dengan tantangan-tantangan di atas, buat saya, rasanya sulit untuk mencerna kalo manusia itu makhluk yang paling mulia, paling cerdas, khalifah dan pewaris utama dunia ini.. I just feel hopeless and helpless.. Akankah kita mampu menjadikan dunia ini lebih baik?!

*maaf ya kalo udah ada yang cape-cape baca dan tidak mendapatkan pencerahan apapun dari racauan di atas - i've warned you, haven't i????!!!

No comments:

Post a Comment